Jumat, 28 Juni 2013

Kenalkan dulu, namaku Yudi, umurku 29 tahun. Aku dari lahir sampai sekarang tinggal di Bandung. Dulu aku kuliah di universitas swasta terkenal di Bandung Utara. Sekarang aku kerja di salah satu pabrik garment di daerah Bandung Barat. Posisiku sebagai Manager Produksi, jadi ya mengurusi produksi melulu. Sebagai level manager, aku bersyukur aku diberi fasilitas yang kupikir lebih dari cukup (soalnya dari dulu aku biasa diajarkan hidup sederhana, walaupun bapakku tidak begitu miskin). Bos memberiku mobil Lancer Evo IV, rumah beserta isinya, HP dan sebagainya. Makanya aku betah-betahin kerja di pabrik itu. Aku kerja di pabrik itu kira-kira hampir 2 tahun sampai sekarang. Produksi garment ini lumayan terkenal di Indonesia, kebetulan juga produknya di ekspor ke mancanegara. Sebagai seorang laki-laki, kadang-kadang aku berpikir bahwa suatu saat nanti aku perlu pendamping. Tapi kadang-kadang juga aku malas berhubungan dengan cewek. Soalnya sudah 2 kali aku putus dengan cewekku. Dua-duanya Chinese. Alasannya klasik, nggak ada perhatian lagi. Ya sudah aku terima saja, mungkin ini takdirku mesti begini.

Oh, iya perlu diketahui oleh rekan-rekan pembaca, aku ini orang pribumi asli. Aku tidak suka pacaran dengan orang pribumi. Aku lebih suka berteman atau pacaran dengan cewek Chinese. Dan sebelumnya juga aku pacaran dengan cewek Chinese. Yang kedua-duanya gagal terus. Selama hidup, aku belum pernah pacaran dengan orang pribumi. Tapi kadang-kadang aku berpikir aku jangan sampai menyerah untuk pacaran (lagi) dengan cewek Chinese.

Suatu ketika salah satu mesin pabrik rusak. Padahal jika mesin mati satu, target produksi pasti bakal tidak terpenuhi. Biasanya sih ada di bagian divisi pembelian CQ bagian gudang, cuma tidak tahu kenapa stock spare part mesin itu tidak ada di gudang spare part. Aneh kupikir. Akhirnya aku minta staf divisi pembelian untuk order spare mesin ke supplier langganan pabrikku. Pokoknya kubilang, besok siang spare part itu harus sudah ada.

Walaupun pihak supplier belum bisa mengatakan sanggup, soalnya barang itu mesti pesan dulu ke Jepang. Biasanya paling cepat satu minggu. Karena aku tidak sabar, akhirnya kutelepon ke suppliernya. Padahal ini bukan wewenangku secara langsung, tapi kupikir ini inisiatifku sendiri. Di telepon aku minta, itu barang harus bisa datang paling lambat 2 hari (nggak masuk akal kupikir!). Waktu itu yang menerima cewek (wah suaranya oke punya!), tapi waktu itu aku tidak peduli mau cewek, mau cowok pokoknya yang ada dalam pikiranku barang itu harus ada secepatnya. Maklum ini untuk order ekspor. Besoknya kutelepon lagi, yang mengangkat cewek (yang kemarin kali ya?). Terus kubilang kapan kepastiannya, dia bilang lusa barang dijamin ada. Oke kupikir.

Lusanya memang barangnya sudah sampai di pabrikku. Waktu itu barang diantarnya pagi sekitar jam 10.30. Mesin yang rusak disetting ulang oleh bagian Maintenance/Montir. Jam 12.30 aku istirahat dulu sambil makan siang bersama dengan manager lainnya. Setelah makan siang, aku iseng-iseng telepon ke tempat supplier, siapa tahu yang mengangkat cewek itu. Biasa, namanya juga laki-laki. Ternyata cita-citaku tercapai, yang mengangkat ternyata dia. Singkatnya akhirnya aku tahu nama cewek itu. Namanya Vera. Feelingku mengatakan, pasti Vera orangnya cantik. Akhirnya lama-lama aku jadi sering menelepon Vera. Biasanya sih saat waktu istirahat. Bla.. bla... bla.... ternyata Vera satu almamater denganku cuma beda fakultas, dan wisudanya juga bersamaan denganku. Tapi kan dulu, aku tidak tahu. Oh iya, ternyata juga dia memberi tahu kepadaku bahwa dia itu Chinese, dan aku juga kasih tahu dengan dia bahwa aku orang pribumi.

Hampir sebulan aku hanya saling menelepon dengan dia, seringnya sih di kantor. Selama ada fasilitas kantor kumanfaatkan saja. Akhirnya aku punya inisiatif buat mengajak dia ketemu denganku. Daripada ngobrol ngalor ngidul tidak karuan. Tadinya sih dia tidak mau, takut mengecewakan kali ya? Ah, kalau aku sih PD saja lagi. Aku juga nggak jelek-jelek amat sih. Setelah aku melobi dia, kutetapkan hari dan tanggalnya, kalau tidak salah tanggal 18 September 1999. Di hari H-nya kujemput dia jam 5 sore, soalnya dia pulang kerja jam 5 sore. Waktu itu aku ijin pulang jam 4 sore ke Factory Managerku, alasannya keperluan keluarga. Sebelumnya kutelepon dulu ke kantor Vera, kujemput dia pakai mobil Lancer Evo IV D 234 XX silver smoke. Biar dia tidak kebingungan mencariku. Aku juga diberi tahu juga alamat kantornya. Akhirnya aku masuk ke pelataran parkir kantor Vera di daerah Kopo. Kulihat satu persatu karyawan yang bubaran, maklum kompleks Ruko. Kuparkir mobilku tepat di mulut pintu PT X, tapi jaraknya dari pintu sekitar 15 meter. Akhirnya aku melihat tinggal cewek sendirian lumayan cantik melihat mobil yang warnanya silver smoke. Kupikir itu pasti Vera. Aku juga bingung mau ngapain, turun atau diam di mobil saja. Norak sekali aku nih! Bodohnya keluar. Habis aku belum pernah kenalan dengan cara begini. Ah... lebih baik aku samperin saja.

Astaga, cantik sekali si Vera. Asli cantik sekali! aku nggak bohong. Kulitnya putih (khas Chinese), tingginya kira-kira 165 cm, cukup tinggi untuk ukuran cewek, rambutnya pendek di atas bahu, warna rambutnya hitam kecoklat-coklatan, matanya juga coklat, wah... seksi sekali, dia memaakai stelan blazer merah, dan bawahannya dia pakai celana panjang, dengan juga warnanya (satu stel deh pokoknya). Kontras dengan warna kulitnya yang putih. Umurnya beda setahun di bawahku. Ukuran yang lainnya seperti BH ukurannya 38B. Lumayan besar. Terus bagian pantatnya lumayan sekal dan besar kenyal.

"Hai..." kataku.
"Yudi ya?" katanya sambil salaman denganku.
"Iya..." kataku lagi.
"Ke mobil aja yuk... " kataku lagi.
Akhirnya kami berdua masuk ke mobil. Kutanya dia sekarang mau ke mana? waktu itu sekitar jam 17.15-an. Ternyata kalau sudah ketemu pada diam-diaman, padahal kalau kami ngobrol via telepon seperti yang sudah kenal belasan tahun.

Selama perjalanan aku nggak mengerti mau ngapain, wangi parfumnya membuat aku mabok. Yang akhirnya kutahu dia pakai parfum produk Lancome. Sepertinya ini anak high class kalau tidak mau dibilang jet set. Dari awalnya kenalan aku tidak pernah untuk ngeseks dengan Vera. Ah.. sayang sekali kalau belum-belum aku sudah nakal, bisa-bisa dia mabur duluan. Akhirnya kuarahkan mobilku ke arah Jl. Setiabudi terus belok kiri, sampailah aku di cafe "The Peak". Cafe mewah kawasan elite Bandung Utara. Lumayan mahal untuk ukuranku. Tapi aku belagu saja, seperti yang sudah sering ke situ. Pokoknya aku ngobrol dengan dia sambil berhadap-hadapan, sesekali aku melihat pemandangan kota Bandung yang sudah mulai dihiasi lampu-lampu. Asyik sekali, ini mungkin yang bikin cafe ini mahal. Kata teman-temanku cafe ini mahal karena "beli suasana". Di situ aku ngobrol-ngobrol sampai jam 20.30. Senyumnya itu lho, bikin dia semakin cantik saja.

Akhirnya kuantarkan Vera pulang, rumahnya di kompleks perumahan elit di jalan Sukarno-Hatta (By Pass), biasanya yang menempati orang-orang Chinese kaya raya. Kaget juga sih aku, ternyata Vera anak orang kaya. Sampai juga aku di depan rumahnya. Astaga, rumahnya besar sekali. Kulihat mobil yang parkir di halaman rumahnya, BMW 528i. Katanya sih punya kakaknya. Pasti di garasinya ada lagi mobil bapaknya, dan benar yang di dalam garasi mobil bapaknya. Mercedes SL 500 (?), tipe yang dipakai Lady Di waktu kecelakaan dulu, kalau kupikir sih mobil yang seperti itu masih sedikit yang berkeliaran di Bandung.

Sesudah mengantar Vera, aku akhirnya pulang ke rumah inventarisku di bilangan Setra Duta. Sambil pulang aku berpikir, aku punya resiko besar buat pacaran dengan Vera. Resiko yang paling tinggi adalah ras. Kalau orangtuanya tahu, si Vera bergaul denganku yang notabene pribumi asli. Wah bisa celaka aku. Ah... cuek saja. Gimana nanti. Pokoknya the show must go on!

Besoknya, pagi-pagi dari kantor kutelepon ke kantor dia, yah.. buat say hello. Ternyata responnya positif. Tadinya sih takut dia kecewa setelah melihatku, atau dia yang berpikir begitu. Nggak tahu sih aku juga. Akhirnya aku jadi sering jalan dengan Vera. Jalan-jalan. Biasanya sih hari minggu, habisnya kalau hari biasa aku dan dia juga tidak selalu bisa. Oh iya, hari Sabtu aku dan dia nggak libur. Apalagi aku harus sering lembur.

Semakin aku sering ketemu dengan dia, aku jadi sayang dengan Vera, dan Vera juga begitu. Aku tahu Vera sayang denganku, soalnya dia juga bilang kok ke aku. Aku bertekad untuk menjadi pacarnya. Tapi ini semua hanya impianku. Suatu hari Vera bilang kepadaku, bahwa dia sudah cerita tentangku ke bapaknya dan ibunya. Dan sudah bisa kuduga sebelumnya, aku tidak diperkenankan berhubungan dengan dia lagi. Benar, kejadian deh. Waktu itu aku protes dengan Vera, cuma akhirnya aku juga mesti mengerti sama dia dan keluarganya juga.

Tapi aku salut dengan keberanian Vera untuk tetap berhubungan denganku. Dia tidak mau mengecewakanku. Dan itu memang terjadi selama kurang lebih 7-8 bulanan, istilahnya sih backstreet. Hari minggu kuajak jalan Vera, dan ternyata dia tidak menolak. Aku jemput dia di rumahnya, kebetulan orangtuanya sedang ke Jakarta, yang ada cuma kakaknya dengan pembantunya. Aku pergi makan siang di Miyazaki Dago. Pokoknya di situ kami ngobrol lagi. Aku tidak ingat apa yang kita bicarakan saat itu. Setelah bayar, kami langsung pergi. Aku bingung, mau dibawa ke mana ini anak. Akhirnya kutawarkan ke Vera main ke rumah inventarisku. Sesudah sampai kami langsung duduk di sofa, di ruang tengah, nonton film di RCTI, habis kalau VCD terus bosan. Kami duduk dekat banget. Aku duduk di sebelah kanan Vera. Kupegang tangannya dan kuelus sampai pangkal lengannya, sambil aku pura-pura nonton film. Ternyata dia diam saja.

Akhirnya kuberanikan diri untuk mencium pipi kanannya. Kupikir kalau dia keberatan paling-paling menamparku. Itu resikoku. Tapi sekali lagi dia hanya diam dan dengan matanya yang coklat menatapku penuh arti, yang artinya aku juga nggak tahu. Ingin dicium lagi kali, he he he. Kucium pipi kirinya, dan dia juga menciumku. Terus kucium dahinya, matanya, hidungnya dan terus ke bibirnya. Aku senang juga soalnya dia bilang bibirnya masih perawan, belum pernah dicium oleh laki-laki lain selain olehku barusan (aku percaya saja).

Lama-lama kulumat juga bibirnya, lidahku kumasukkan ke mulutnya dengan setengah memaksa. Mungkin benar kalau dia belum berpengalaman. Lidahku dengan lidah Vera mulai bersentuhan, kuhisap lidahnya dan dia juga gantian menghisap. Habis itu bibir bagian bawahnya kukulum habis-habisan dan di saat yang bersamaan Vera juga mulai mengulum bibirku di bagian atas. Kami melakukan kegiatan itu kira-kira 1/2 jam. Lama juga. Sesudah itu aku mulai mencium sambil menjilat lehernya yang putih bersih dan merangsang tentunya. Pokoknya aku melakukannya dengan sangat pelan, biar dia juga lebih menikmati. Dan kebetulan dia memakai kemeja. Sampai akhirnya kucium di bagian bawah lehernya, ingin lebih bawah lagi sih. Cuma mentok di kancing bajunya. Terus kubuka kancing yang mengganggu itu, dia tidak menolak. Kuciumi lagi, sejak tadi tanganku belum bergerilya, paling memegang tangannya. Aku tipe laki-laki sopan sih, nggak langsung tancap gas.

Dia hanya merem saja menikmati ciumanku sambil kadang-kadang mendesah, keenakan barangkali. Akhirnya semua kancing bajunya sudah kulepas, dia memakai BH warna cream (warna standard). Kulit perutnya putih sekali, bikin aku panas saja. Waktu itu BH-nya belum kubuka, seksi sekali dia dalam keadaan begini. Susunya tidak terlalu besar, menurutku sih cukup proporsional. Pas deh. Ukurannya aku tidak tahu, peduli amat. Yang penting masih bisa diremas.

"Ver..., kulepas ya..." kataku pelan-pelan, persis di samping telinganya. Dia tidak menjawab, cuma mengangguk. Matanya yang sayu menatapku. Akhirnya begitu sudah kulepas BH-nya, kuciumi puting susunya yang berwarna merah kecoklatan. Aku ciumi puting yang sebelah kiri, sambil tangan kananku meremas dengan lembut susunya yang sebelah kanan, tidak lupa kupilin-milin puting susunya. Kulakukan ini bergantian, susu yang kiri dan yang kanan. Kadang sesekali kulumat bibirnya. Ternyata, dia membalas dengan dahsyat. Padahal baru pertama kali. Desahannya semakin menjadi-jadi, merangsang sekali! Kembali lagi kuciumi susunya sambil terus ke bawah, ke perutnya, di situ kucupang habis-habisan. Banyak sekali stempel warna merah yang kubuat, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih bersih. Karena tempat di sofa kurang lebar, akhirnya kuminta dia pindah ke karpet/permadani di bawah. Lebih lega dan lebih nyaman. Terus kuciumi lagi bibirnya, dia juga balas lebih gila lagi. Wah, muridku sudah pintar nih he.. he.. he.

Waktu itu aku masih memakai pakaian lengkap, aku memakai Polo Shirt. Sedangkan Vera sudah telanjang dada. Jadi ya biar adil akupun telanjang dada. Aku juga tidak malu karena tubuhku lumayan atletis, hasil fitnes selama setahun. Habis itu kuciumi lagi bibirnya, aku menelusuri ke leher, ke pundaknya, pokoknya tidak semili pun yang lolos dari jilatan dan ciumanku. Terus kuciumi lagi puting susunya, sambil kuremas-remas. Semakin diciumi, nafasnya semakin tidak beraturan, sambil aku sekali-sekali melihat ke arah dia, mukanya jadi merah sekali (seperti orang Jepang di musim salju) bibirnya juga yang agak membuka, seksi sekali. Benar lho, aku tidak mengarang!

Puas menciumi susunya, terus aku turun ke perutnya. Yah, mentok di celana jeans-nya. Kubuka saja, pasti dia tidak akan menolak kok. PD pokoknya. Akhirnya kancingnya kubuka, terus ritsluitingnya kubuka sampai habis. CD-nya sudah kelihatan sebagian, tipis, warnanya cream juga. Kuciumi pinggangnya, sambil jeans-nya kutarik pelan-pelan ke bawah. Mengerti juga dia, sambil mengangkat pantatnya, akhirnya kulucuti celananya. Pahanya itu, membuat laki-laki terangsang melihatnya. Apalagi sekarang si Vera cuma pakai CD saja. Busyet deh! Bulu kemaluannya tidak terlalu lebat, tipis-tipis saja tuh, pokoknya nikmat dilihat. Kuciumi di atas CD-nya, terus akhirnya semakin ke bawah. CD-nya sudah basah sekali. Kuciumi vaginanya, dia masih memakai CD. Sengaja aku tidak langsung melepasnya, sensasinya lain. Pokoknya slowly saja. Akhirnya kulepas juga CD-nya, si Vera sendiri sejak tadi cuma mendesah-desah tidak karuan, tapi nggak dibuat-buat lho. Begitu dilepas, langsung saja kuciumi dan jilati vaginanya, baunya khas dan rasanya gitu-gitu juga. Penisku sudah tegang sekali, terus kubuka saja jeans-ku. Aku ragu juga sih, apa dia mau kusetubuhi. Tapi akhirnya aku minta persetujuannya dulu. Walaupun ini semua tanpa proses oral. Bagiku tidak jadi masalah, lebih nikmat main saja langsung.

"Ver... masukin?" kataku deg-degan. Kalau ditolakkan malu juga. Ternyata dia mau juga. Wah asyik juga nih. Aku akhirnya bisa main dengan si Vera yang cantik. Padahal tadinya sih saya tidak bernah berpikr ke arah situ. Paling maksimal petting, seperti mantan-mantanku yang dulu. Akhirnya pelan-pelan pahanya kukangkangin, dan penisku yang sejak tadi sudah tegang sekali mulai memasuki vaginanya. Susah sekali, masih perawan kupikir. Pelan-pelan dan sedikit-sedikit kutekan kepala penisku, terus dan terus.... "Ahh.... sakit Yud...." kata Vera antara setengah sadar dan tidak kepadaku.

Akhirnya masuk juga seluruh batang penisku yang panjangnya sekitar 17 cm (lumayan lah untuk ukuran standard orang Indonesia). Terus kukocok penis ke dalam vagina si Vera, nikmat sekali vagina si Vera. Sambil kukocok terus, kuciumi bibirnya, of course dia juga membalas menciumku dengan sangat ganas. Sepertinya kulihat Vera sudah mau orgasme, sambil terus menyebut namaku.

"Tahan ya Ver, aku juga udah mau keluar", kataku. Kira-kira setelah menyetubuhinya sekitar 15 menit. Lama-lama si Vera sudah tidak tahan, aku juga sudah tidak tahan. Spermaku sudah siap menembak. Kuambil keputusan yang singkat waktu itu, kubuang saja ke dalam vaginanya. Paling-paling juga hamil. Yang ternyata tidak! Akhirnya aku dan Vera sama-sama sampai klimaksnya, barengan lho. Sensasinya benar-benar tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Aku langsung dekap tubuhnya, kucium bibirnya, mesra sekali. Penisku sengaja belum kucabut, kubiarkan saja mengecil sendiri di dalam vaginanya.

Aku bisikan di telinga Vera, "Wo ai ni, Ver..." kataku sok Mandarin. Vera hanya tersenyum sambil mencium bibirku. Aduh mesra sekali. Sambil menulis ini aku jadi ingat kejadian itu. Sesudah itu aku dan Vera beres-beres. Kulihat acara di RCTI acaranya waktu itu Clear Top 10, wah lama juga aku bercinta dengan dia.

Kejadian ini berlangsung terus sampai kira-kira 5 kali di tempat yang sama. Orang tua Vera tidak tahu terhadap perbuatan anaknya. Maklum, Vera membohongi terus, demi kepingin ketemu aku atau mungkin juga ingin ML denganku. Walaupun aku telah merawaninya hari Minggu itu, tapi hubungan kami belum bisa dianggap sebagai pacaran. Kalau aku sih menganggap dia pacarku, tapi dia masih belum menganggapku pacarnya, takut sama orangtuanya. Kupikir Vera itu HTI (Hanya Teman Intim / Hubungan Tanpa Ikatan).

Pembaca, akhirnya suatu waktu di akhir bulan April 2000, Vera bicara kepadaku, bahwa dia capai dengan keadaan ini. Mesti membohongi orangtuanya, kalau pergi denganku juga tidak tentram, takut ketahuan saudaranya kalau sedang jalan-jalan denganku. Waktu itu aku belum bisa menerima, dan aku protes. Dia bilang, sebenarnya dia sayang sekali padaku, tidak mau kehilangan aku, tidak mau meninggalkan aku, aku yang pertama buat dia... tapi dia tidak sanggup menghadapi semua ini. Yang jelas lingkungan dia dan lingkungan pergaulanku lain. Ternyata semua tinggal kenangan. Aku tidak pernah menyinggung soal keperawanan dia, nggak etis.

Sampai sekarang aku masih sayang pada Vera, aku tidak akan pernah melupakan dia dan Vera juga bilang padaku, dia tidak akan pernah melupakanku dan dia tidak ingin dilupakan olehku. Terakhir, dia memberiku Compact Disc album Shania Twain, Vera bilang dengerin "You're Still The One" dan jam tangan merek Omega Sport (aku tahu ini jam mahal). Iklannya kalau tidak salah Mika Hakkinen atau Michael Schumacher ya, aku lupa, cuma aku pernah lihat. "Yud, pakai ya! ke manapun kamu pergi, biar ingat dengan Vera", kata dia sambil mencium bibirku, untuk yang terakhir kalinya. Matanya basah, aku yakin dia sayang sekali padaku. Dia baik sekali denganku, perhatian sama aku, kalau mau aku bandingkan dengan 2 cewekku terdahulu. Cuma sayang kami berdua dipisahkan oleh ras yang berbeda. Dia meninggalkanku karena kondisi yang memaksa. Sampai sekarang kalau aku kerja, aku selalu memakai jam itu, kadang-kadang aku ingin telepon dia, yah cuma ingin tanya kabarnya. Cuma aku takut ini mengganggu dia. Mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya di kantornya di bilangan Ruko Kopo.


TAMAT

Kenangan

Kenangan

Ujian kenaikan kelas telah berakhir dan dengan nilai raport yang pas-pasan aku pun merangkak naik ke kelas 3. Berbeda denganku, Sonya, yang kali ini nilai raportnya naik dan menjadi rangking 3 di kelasnya melenggang mulus naik ke kelas 2 SMP, begitu juga dengan adiknya, Tia, yang nilai raportnya sama bagusnya dengan kakaknya, naik ke kelas 3 SD. Hal ini membuat bapak dan ibu Sis merasa gembira dan bangga terhadap anak-anak gadisnya.

“Tia, Sonya, papa dan mama sangat bangga pada kalian yang rajin belajar selama ini, untuk itu papa akan mengajak kalian berlibur ke Bali!” kata pak Sis yang disambut dengan sorakan kebahagiaan oleh Tia dan Sonya.
“Si abang juga harus ikut ya Pa!” kata ibu Sis kepadaku yang langsung ditimpali oleh pak Sis, ”Iya, kamu juga harus ikut karena kata ibu, selama ini kamulah yang selalu membantu Tia dan Sonya dalam belajar, jadi kamu juga pantas mendapatkan hadiah!”
“Maaf Pak, Bu, kelihatannya saya tidak bisa ikut kali ini karena saya harus ke Jakarta berkumpul bersama keluarga, saya sudah kangen untuk bertemu ayah ibu serta adik-adik” Jawabku.
“Iya ya Pa, si abang ini khan sudah lama bersama keluarga kita, jadi dia pasti ingin berkumpul dengan keluarganya selama liburan ini.” Kata Ibu Sis.
“Baiklah kalau begitu, sampaikan salam kami kepada orang tuamu ya!” Kata pak Sis.
“Baik Pak!” jawabku.

Akhirnya, aku pun bisa berkumpul kembali dan menikmati masa liburan yang menyenangkan bersama keluargaku. Selama berlibur, kadang-kadang aku teringat masa indah bersama Sonya, di mana aku selalu memberinya kenikmatan oral seks sampai tubuh kecil itu menggelinjang-gelinjang tak karuan kala getar orgasme yang dahsyat melanda dirinya. Selama itu pun aku tidak pernah menagih janji Sonya untuk mengajak adiknya agar mau kuberikan pelajaran “os” ku. Setiap ada kesempatan yang menurutnya “aman” ia pasti memintaku untuk “memberinya”, dan tentu saja selalu kuturuti karena aku juga sangat menikmatinya. Semakin hari permintaannya semakin sering, mungkin seiring dengan bertambah dewasanya Sonya dan hormon-hormon tubuhnya pun mulai aktif mengakibatkan nafsunya pun meningkat sampai-sampai terkadang aku harus menolaknya karena menurutku keadaan di rumah sedang “belum-aman”.

Selain memberinya “os”, aku juga sering mengajaknya menonton film yang bertema blowjob dan cumshots sambil memberinya semacam pengertian. Aku sangat berharap bahwa suatu hari nanti Sonya dengan kesadarannya sendiri, tanpa paksaan mau mengkaraoke milikku. Reaksi Sonya ketika menonton film-film tadi sebenarnya biasa-biasa saja karena memang ia telah sering kali kuperlihatkan adegan seperti itu, tetapi reaksinya berubah ketika suatu hari aku memperlihatkan kepadanya film bukkake jepang yang kupinjam dari temanku yang memang anak orang kaya itu.

Aku berani mengajaknya nonton malam itu karena bapak dan ibu Sis sedang menginap di luar kota sedangkan si Was, pembantu, sudah tidur di kamar belakang. Biasanya ketika menonton film blowjob dan cumshots, Sonya masih bisa bersenda gurau denganku sambil menggelitiki pinggangku dengan jarinya yang nakal secara tiba-tiba di tengah adegan yang sedang seru sehingga suasana pun berubah jadi canda dan tawa yang sering pula kuakhiri dengan memberinya “os”.

Kali ini Sonya tampak terlihat serius, ia bertanya mengapa banyak sekali laki-lakinya yang hanya mengenakan celana dalam saja sedangkan perempuannya hanya satu dengan berpakaian semacam jas hujan yang tipis di ruangan yang besar itu. Aku pun segera menjelaskan bahwa tidak perlu khawatir, perempuan itu tidak akan disakiti, lalu kudekap dia dari samping sambil menemaninya menonton.

Kali ini tidak ada canda dan tawa karena Sonya terlihat sangat serius, ia sangat ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap wanita tadi. Aku tersenyum kagum melihat rasa keingintahuan yang sangat besar dari gadis kecil yang cantik ini, sambil masih kudekap kubelai lembut kedua lengannya.

Terlihat di layar kaca, para pria melakukan onani dan mengeluarkan spermanya di dalam sebuah gelas besar yang sekarang mulai terisi setengahnya, sementara wanita satu-satunya dalam ruangan tadi juga tengah sibuk memberikan blowjob kepada beberapa pria lain yang tempatnya agak jauh dari gelas besar tadi.

Aku melihat raut kebingungan pada wajah Sonya mengenai apa sebenarnya yang sedang ia tonton, tetapi ia berusaha untuk tidak bertanya kepadaku seolah-olah ia ingin menemukan sendiri jawaban dari kebingungannya. Sonya terlihat takjub tatkala ia melihat bahwa gelas besar itu telah terisi penuh dengan sperma seluruh laki-laki yang ada di ruangan itu.

Kali ini terlihat wanita itu mendekati dan berdiri tepat di hadapan gelas besar yang sudah terisi penuh sperma itu dan ia didatangi oleh seorang laki-laki yang memakai baju lengkap (mungkin sang sutradara) yang berbicara pada si wanita tadi yang terlihat mengangguk-angguk dan tersenyum tanda mengerti.

Seusai memberikan mungkin semacam arahan (karena dalam bahasa Jepang, aku jadi kurang ngerti), sutradara itu pun pergi dan kamera didekatkan pada si wanita cantik yang kini sudah memegang gelas besar penuh sperma tadi dengan kedua tangannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum di depan kamera dan membungkukkan badan tanda memberi hormat lalu........ lalu ia mulai meminum seluruh sperma yang ada di dalam gelas besar tadi.

Ketika pertama kali aku menontonnya di tempat temanku, aku benar-benar kaget setengah mati akan apa yang kulihat, tapi sekarang aku sudah bisa lebih mengontrol diriku, apalagi sekarang aku berada di depan Sonya. Aku segera melihat ke arah Sonya untuk mengetahui bagaimana reaksinya, dengan mata yang terus menatap ke arah layar kaca kembali terlihat raut wajahnya berubah dari serius menjadi raut wajah orang yang sedang terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya membuka tapi tidak terucap satu kalimat pun, yang terdengar hanyalah suara desah keterkejutan, “Haah!?”

Sonya terus memperhatikan si wanita yang pada akhirnya berhasil menghabiskan seluruh sperma yang terdapat di gelas besar itu dengan meminumnya lalu ketika selesai ia tersenyum puas penuh kemenangan dan mengangkat gelas besar yang kini kosong itu tinggi-tinggi dibarengi dengan suara gemuruh tepuk tangan para lelaki yang ikut menyumbangkan seluruh sperma tadi.

Film itu pun selesai dan seperti biasa aku segera membereskan semuanya sementara Sonya terlihat masih duduk sendiri di sofa diam membisu seolah-olah ada sesuatu yang tengah mengganggu pikirannya. Setelah semuanya beres, aku datangi Sonya sambil kupegang kedua bahunya dan bertanya,”kenapa Sonya cantik?” kok kayak orang yang kebingungan sich?” Ia hanya menatapku dengan pandangan kosong tak menjawab pertanyaanku. “Tadi Sonya udah lihat khan bahwa abang tidak bohong!” wanita sangat menyukai meminum sperma dan mbak yang tadi Sonya lihat sudah membuktikannya!” jelasku.

Sonya tetap diam tidak menjawab dan aku sungguh tidak tahu apa yang dipikirkannya, segera kuangkat badannya dan membawanya ke kamar tidurnya pelan-pelan agar adiknya, Tia, tidak terbangun. Setelah kuselimuti tubuhnya aku mengucapkan selamat tidur sambil sebelumnya kuberi dia ciuman lembut selamat malam di bibirnya yang tipis itu. Semenjak menonton film itu, perilaku Sonya menjadi agak aneh, ia menjadi agak pendiam dan terlihat ia menahan diri untuk tidak meminta “os” padaku.

Aku tahu hal itu dan menghormati keputusannya dan mungkin hal inilah yang membuat hubungan kami semakin dekat dan membuat rasa sayangku padanya semakin besar. Kira-kira dua minggu sampai aku berpisah dengan Sonya karena berlibur, aktivitas “os” untuk Sonya diistirahatkan dan ini membuatku sangat merindukan kehadirannya.

Liburan yang menyenangkan bersama keluargaku berakhir sudah, dan aku sudah harus cepat-cepat kembali ke kota kembang untuk persiapan sekolahku. Sore itu, ketika tiba di rumah, bapak dan ibu Sis menyambutku dengan hangat, mereka menanyakan kabar keluargaku dan kusampaikan bahwa mereka baik-baik saja lalu kuberikan oleh-oleh yang sudah dipersiapkan keluargaku khusus untuk bapak dan ibu Sis sekeluarga.

Aku bertanya ke mana Sonya dan Tia, karena aku tidak melihat mereka lalu ibu Sis menjawab bahwa Sonya dan Tia tadi diantar pergi berenang dan ditemani si Was. Ibu Sis juga merasa kaget ketika mendengar tiba-tiba Sonya ingin mengajak Tia, bapak dan ibu Sis untuk berolah raga renang, karena biasanya Sonya kurang menyukai olah raga.

Aku tersenyum senang mendengarnya karena akulah orang yang menganjurkannya agar berolah raga renang, karena selain menyenangkan berenang bisa membuat tubuh menjadi sehat dan juga membentuk tubuh menjadi indah. Bapak dan ibu Sis kemudian menyuruhku untuk beristirahat di kamar yang biasa kutempati, sementara mereka sibuk membereskan oleh-oleh yang kubawakan. Selesai membereskan barang bawaanku, aku pun tertidur karena lelah. Kira-kira pukul 20 aku bangun dari tidurku lalu beranjak menuju ruang makan, tetapi ketika melewati ruang tengah, aku bertemu dengan Tia dan Sonya yang sedang menonton tv. Mereka terlihat begitu senang melihatku dan langsung keduanya berlari ke arahku.

“Abaaang, apa kabar, Sonya kangeen sekali sama abang!” kata Sonya sambil memeluk pinggangku dengan erat.
“Iya, Tia juga kangen sama abang!” kata Tia yang memeluk paha kiriku juga dengan erat.
“Halo anak-anak manis, abang juga kangen sama Sonya dan Tia!” kataku sambil membelai sayang kepala keduanya.
“Papa dan mama mana?” tanyaku.
“Sedang pergi!” kata Tia.
“Iya, ke kondangan perkimpoian!” Sonya menimpali.
“Kalian kok ngga ikut?” tanyaku lagi.
“Tia capek!”
“Sonya juga bang, tadi khan kita abis berenang, jadi sekarang pengen istirahat sambil nonton kartun di rumah” jelas Sonya.
“Was mana?” tanyaku lagi.
“Udah tidur!” jawab Tia.
“Iya, dia juga khan capek berdiri terus di pinggir kolam ngeliatin kita berenang!” kata Sonya.
“Ya sudah, sekarang makan dulu yuk, abang sudah lapar nich!”

Mereka setuju, tapi dasar manja, Tia tetap bergelayutan di kaki kiriku, sehingga setiap aku melangkah ia pun ikut terangkat oleh kakiku sementara Sonya bergantungan di punggungku, mereka berdua tertawa-tawa gembira dan minta digendong keliling ruang tamu dua kali dulu baru menuju ruang makan, malam itu aku bahagia karena bisa membuat dua bidadari kecilku itu merasa gembira.

Selesai makan dan membereskan ruang makan, kami kembali ke ruang tengah untuk bersantai sambil menonton film kartun bersama-sama. Aku dan Sonya duduk di Sofa, sementara Tia duduk di karpet sambil memegang remote TV.
“Bang, waktu liburan, abang pernah mikirin Sonya nggak?” Sonya bertanya padaku.
Aku menatap ke arahnya dan menjawab “Iya sayang, tentu saja abang teringat sama Sonya dan juga Tia”.
Mendengar jawabanku ia tersenyum senang.
“Memangnya ada apa cantik?” tanyaku.
“Iya, soalnya Sonya juga teringat terus sama abang“, jawabnya.
“Itu namanya Sonya kangen sama abang” sambutku sambil menyentuhkan punggung tanganku dengan lembut ke pipinya yang mulus.
Tiba-tiba, Tia bangkit dari karpet dan berlari ke arah belakang sofa lalu berdiri tepat di belakangku, ia mengalungkan kedua lengannya di leherku dan menangkupkan wajahnya di pundak kiriku sambil berkata, ”abaang, itu ada film hantu di TV, Tia takuut!”.
“Tenang Tia, di sini khan ada abang dan kak Sonya, jadi Tia tidak perlu takut”, kataku sambil membelai kepalanya.

Jam di dinding menunjukkan pukul 22, “sebaiknya Tia bobo sekarang, istirahat, hari ini khan cape abis berenang”, kataku.
“Tapi Tia takut sendirian, Kak Sonya temenin Tia bobo ya”, kata Tia.
Sonya tersenyum dan mengangguk.
“Nah ayo sekarang Tia dan Sonya pergi ke kamar dan bobo!” perintahku.
“Tia mau, tapi harus digendong lagi sama abang sampai ke kamar yaa” pinta Tia manja.
Aku pun bangkit, lalu dengan membentangkan kedua tanganku dan bergaya seperti monster yang mau menangkap mangsanya, aku berkata dengan suara yang kubuat seserak dan seseram mungkin “Hrrrrmm... hrrrmmm... mana anak kecil yang mau digendong monster... hrrm... hmmm..

“Kyaaaa... ada monster!” Tia berteriak sambil tertawa senang.
Ia dan Sonya yang juga sudah berdiri berlarian mengelilingi sofa, berusaha menghindari kejaran sang monster sambil tertawa-tawa gembira. Ya, mereka senang dengan permainan ini karena kami sering memainkannya sejak lama. Akhirnya aku pun berhasil menerkam Tia dan kami bergulingan di karpet.
”Kyaaa... Kak Sonya, tolong Tia!” Tia berteriak sambil tertawa kegirangan.
Sonya pun datang dan berusaha untuk menolong melepaskan adiknya dengan menarik lenganku dan dengan satu gerakan, kubuat Sonya juga rebah di karpet dengan posisi telentang dan dengan cepat kupeluk perutnya serta kurebahkan kepalaku di dadanya yang terasa lembut dan hangat. Posisi itu membuatku sangat terangsang.

Kami masih bergulingan sambil tertawa-tawa hingga beberapa saat, lalu aku menggendong Tia.
“Yak, sudah waktunya goddess-goddess kecil abang ini bobo!” kataku.
Walaupun sudah kugendong, Tia masih tertawa-tawa melihatku, tangan kanannya merangkul leherku dan tangan kirinya memencet-mencet hidungku. Sonya pun tiba-tiba meloncat ke punggungku dan bergantungan minta digendong.
“Aduuuh, berat bener, kalian sudah pada besar nih” kataku.
“Iya dong bang, Tia juga sekarang khan sudah besar, jadi berat” kata Tia yang masih juga memencet-mencet hidungku, disambut dengan suara tawa Sonya yang seolah-olah menyetujui pendapat Tia.
Tertatih-tatih aku menuju kamar kedua bidadari kecilku ini.

Aku segera menurunkan Tia di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Sonya, menyelimutinya, menungguinya sebentar sampai Tia benar-benar tertidur. Lampu kecilnya kubiarkan menyala kemudian giliranku untuk menyelimuti Sonya, kucium bibir tipisnya dengan lembut sebagai ucapan selamat bobo lalu aku kembali ke ruang TV untuk kembali menonton sambil menunggu pulangnya bapak dan ibu Sis. Benar-benar malam pertemuan kembali yang membahagiakan...

Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya tidak ada kejadian yang istimewa antara aku dengan Sonya, itu juga dikarenakan bapak dan ibu Sis sedang banyak kegiatan di dalam kota sehingga mereka jadi banyak tinggal di rumah. Walaupun begitu, sebenarnya Sonya juga terkadang meggodaku dengan hanya memakai daster tipis tanpa bra dan terkadang tidak memakai cd ia masuk ke kamarku saat malam hari di mana ortunya sedang berada di kamar mereka, Sonya lalu berbicara padaku dengan pose-pose yang sangat merangsang nafsuku, uuh... seandainya rumah kosong....

Tentu saja aku gelagapan menghadapinya karena aku takut sekali kalau sampai ketahuan kedua ortunya. Biasanya jika sudah demikian Sonya menjadi tidak patuh dan tidak mau kuminta keluar dari kamarku, jadi akulah yang keluar. Walaupun “tanda-tanda” yang diberikan Sonya sering terpaksa kutolak karena keadaan yang menurutku “belum-aman” di rumah, tetapi dalam hal lain Sonya dan Tia sangat patuh kepadaku. Hal ini membuat kedua orang tuanya benar-benar percaya kepadaku dan aku juga merasa sayang dan bangga kepada Sonya dan Tia.

Bidadari-bidadari kecilku itu dalam kesehariannya sangat dekat dengan ibu mereka dan mereka bertiga sering berbincang-bincang bersama tentang apa saja. Aku mengetahui hal itu karena Sonya menceritakannya padaku. Terkadang, jika melihat ibu dan anak-anak gadisnya itu berkumpul, aku menjadi ketakutan. Aku khawatir kalau-kalau Sonya menceritakan pada ibunya bahwa aku mengajarinya seks, tetapi untungnya Sonya selalu ingat dan memegang janjinya. Mungkin juga ini adalah suatu insting yang kuat dari seorang ibu, karena pada suatu saat aku pernah secara tidak sengaja mendengar pertanyaan ibu Sis tentang apa yang Sonya dan Tia lakukan bersamaku jika mereka tidak di rumah.

Tanpa sadar, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mendengar sayup-sayup suara Tia yang menjawab pertanyaan ibundanya, lalu suara Sonya yang ikut menimpali kata-kata Tia. Jantungku serasa berhenti berdetak....
Perasaanku menjadi sangat lega ketika kudengar pembicaraan masih terus berlanjut dengan penuh kehangatan, tanpa ada ledakan kemarahan dari sang ibu. Hal itu berarti rahasia kami masih aman dan membuatku merasa sangat bersyukur serta menambah rasa sayang dan simpati kepada kedua dewi kecilku itu. Aku juga kembali berjanji pada diriku untuk sekuat tenaga mampu mengontrol diri saat memberikan pelajaran seks pada Sonya dan membuatnya bahagia.

Hari-hari terus berlalu, kesibukan sekolah dan juga keadaan rumah yang “belum-aman” membuat kegiatan seks yang biasa kulakukan dengan Sonya tertunda tetapi walaupun begitu, harus kuakui bahwa aku bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam diri Sonya terlebih setelah dia kuperlihatkan film acara “minum-sperma” itu. Aku menjadi sering melihatnya termenung seolah memikirkan sesuatu yang cukup memberinya beban pikiran. Pernah suatu kali aku melihatnya, ketika itu kami sedang berkumpul makan siang bersama, aku, Sonya, Tia dan ibu Sis. Sonya kala itu mengambil sebuah pisang ambon, mengupas kulitnya dan memasukkannya ke mulut tetapi gayanya seperti cewek yang sedang memberikan blow job!

Aku sangat terkejut melihat hal itu, bahkan ibu Sis pun melihat dan menegurnya, “Sonya! Makanan tidak boleh dipakai main-main! Ayo cepat dimakan!!” kata ibu Sis dengan tegas. Kulihat Sonya sangat terkejut dan cepat-cepat memakan pisang itu sedangkan aku diam seribu bahasa sambil berharap semoga ibu Sis tidak curiga lebih jauh melihat tingkah laku putrinya itu. Untungnya perhatian ibu Sis saat itu terbagi ketika HP ibu Sis berbunyi dan ia segera tenggelam dalam pembicaraan yang riang bersama temannya.

Walaupun kegiatan cintaku dengan Sonya tertunda, kami masih sering mengisi waktu bersama dengan kegiatan lainnya. Sonya dan Tia sering mengajakku berenang bersama seperti yang selalu kuanjurkan pada mereka demi menjaga kesehatan, kebugaran dan bentuk tubuh mereka yang indah supaya tetap indah dan sexy. Mereka senang mengajakku berenang karena itu lebih baik dan mengasyikkan buat mereka daripada hanya ditunggui oleh pembantu yang hanya berdiri saja di pinggir kolam. Olahraga lain biasanya lari-lari sore bersamaku di lapangan dekat rumah dan kalau aku sedang malas, maka mereka akan membujukku dengan sangat manja, memasang wajah mereka yang paling imut sehingga aku tidak kuasa untuk menolaknya.

Minggu pagi aku dibangunkan oleh Sonya dan ternyata ia mengajakku untuk lari pagi. Sebetulnya aku masih sangat ingin meneruskan tidurku dan bermalas-malasan lebih lama lagi tapi demi Sonya, aku pun segera bangun dan menemaninya lari pagi. Kami berangkat pukul 6, mulai berlari-lari kecil mengiringi mobil bapak dan ibu Sis yang juga berangkat menuju lapangan tenis. Setelah puas berolah raga kami kembali berlari kecil menuju rumah dan ketika tinggal berjarak 200 meter lagi, Sonya dengan manjanya merayuku, ”Baaang, abang cakep deh, tolong gendong Sonya sampai rumah ya bang”.
“Eh, Sonya nggak malu tuh diliatin banyak orang?” tanyaku.
“Sonya nggak peduli dengan orang lain! Gendong Sonya dong baang!” pintanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.
Aku tak bisa menolaknya “Ayo naik ke punggung abang!” perintahku.
Dengan semangat 45 Sonya segera naik ke punggungku lalu ku kembali berlari kecil sambil menikmati kelembutan payudaranya yang kali ini sudah agak berkembang bergoyang-goyang menyentuh punggungku, hmm... rasanya seperti pijat payudara ala Thailand hehehe... kataku dalam hati.

Sesampainya di halaman depan, kami melihat si Was yang sedang sibuk memotong rumput, Sonya berteriak sambil melambai-lambai ke arahnya sementara si Was tersenyum melihat kami berdua. Kami melakukan peregangan otot di halaman depan sebelum masuk rumah dan setelah kurasa cukup, kulihat Sonya tersenyum nakal ke arahku sambil berkata, ”Aduuh abang, tadi Sonya minum air mineralnya kebanyakan, abang haus nggak?” tanyanya sambil menahan tawa.
“Iya abang juga haus dong sayang” kataku sambil menggelitik pinggangnya sehingga ia tertawa kegelian lalu dengan masih berusaha menahan tawa Sonya kembali berkata, ”jadi abang haus ya? Sonya mau pipis nich” usai berkata begitu padaku ia langsung lari ke dalam rumah sambil tertawa cekikikan.
“Hehehe.. Sonya jahil ya!” kataku sambil pura-pura mengejarnya ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah suasana terlihat masih sepi karena bapak dan ibu Sis masih belum pulang sedangkan Tia juga masih tidur di kamarnya.

Kenyataan ini membuatku merasa bergairah seketika dan terbersit ide gila di kepalaku. Sonya yang baru saja akan memasuki kamar mandi segera kupanggil dan kuajak ke halaman belakang. Pintu dapur segera kukunci untuk memastikan tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat apa yang kami lakukan. Aku berkata pada Sonya,”Mana? katanya Sonya mau pipis, abang haus nih mau mimi” kataku sambil duduk di rumput. Sonya terkejut sekali kelihatannya. “Ayo dong buka celananya terus pipis di sini” perintahku sambil menunjuk mulutku yang kubuka lebar dan berbaring di rumput yang hijau lebat bak permadani. Setelah memastikan keadaan aman Sonya pun mulai membuka celana training dan celana dalamnya lalu perlahan menuju ke arahku dengan raut wajah yang masih menunjukkan keterkejutan.

Aku juga agak terkejut melihat perubahan yang terjadi pada tubuh Sonya, kemaluannya yang dulu gundul, sekarang sudah mulai terlihat bulu-bulu halus walau masih jarang.
“Aduuuh, ternyata goddess abang sekarang sudah mulai dewasa yaa...”. Sonya terlihat malu dan tanpa sadar kedua tangannya menutupi daerah kewanitaannya.
“Abaaang, udah dong bang jangan main-main, Sonya udah ngga tahan nih!” katanya dengan wajah bersemu merah.
“Iya sayang, sini pipisnya pelan-pelan yaa!” pintaku.

Aku segera menarik pinggulnya dengan kedua tanganku dan mengatur posisinya agar kemaluannya mengarah langsung ke mulutku yang terbuka lebar, siap menampung seluruh cairan pipisnya. Sonya pun segera memancarkan cairan pipisnya, awalnya agak tumpah ke bagian leherku tapi dengan sedikit penyesuaian aku mulai bisa menampung semua cairan pipisnya. Aku segera memberikan tanda padanya untuk menahan pipisnya sebentar karena mulutku sudah penuh kemudian setelah kutelan habis seluruh cairan yang kutampung tadi aku pun memberi tanda padanya untuk kembali melanjutkannya.

Setelah pipisnya sudah keluar semua, aku segera menjilati kemaluan Sonya tetapi ia segera berdiri.
“Abaaang, udah dulu ah geli!” katanya sambil memakai celana trainingnya kembali.
Aku hanya tersenyum melihatnya.
“Emangnya enak bang?” tanyanya menyelidik.
“Rasanya kayak minum obat” jawabku.
“Minum obat?” tanyanya tidak percaya.
“Iya” jawabku sok.
Sonya tersenyum malu. Kami segera kembali ke dapur lalu dengan perlahan kuperiksa keadaan rumah dan kulihat ternyata si Was masih sibuk di halaman depan. “Aman” pikirku. Sonya mempersilahkanku mandi lebih dulu sambil menggodaku dengan menceritakan beberapa lelucon yang membuat kami ketawa-ketiwi sejenak, lalu aku mandi.
Hari itu, nafsu makanku menurun drastis....

Semenjak acara “minum-obat” itu Sonya menjadi semakin dekat denganku. Sikapnya semakin hangat, walaupun aku terkadang suka memarahinya dengan tegas terutama jika dia terlihat malas belajar. Hal itu tidak membuatnya membenciku karena ia juga mengerti bahwa jika seseorang bersikap tegas terhadapnya, selama masih dalam batas kewajaran, artinya orang itu menyayanginya. Aku juga sering melihatnya senyum-senyum sendiri seolah sedang merencanakan sesuatu dan terkadang mencuri-curi pandang padaku dan jika kebetulan pandangan kami bertemu, maka ia melemparkan senyum manisnya sehingga membuatku salah tingkah.

Sore itu aku tengah bersiap-siap untuk pergi bermain basket bersama teman-temanku ketika Sonya muncul di kamarku sambil tersenyum dan berkata, “Sonya sudah putuskan, abang akan Sonya beri hadiah kejutan!”.
“Oh ya, apa kejutannya?” tanyaku ringan sambil masih memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
“Eeeit... rahasia doong!” kata Sonya.
“Waaah... Sonya buat abang penasaran aja, yak selesai, Sonya, abang pergi dulu yaa.... cup” kataku sambil mencium lembut bibir tipisnya yang sexy itu.

Hampir tengah malam saat aku kembali pulang dari bermain basket dan kumpul-kumpul bersama teman-temanku. Aku masuk ke dalam melewati garasi karena aku memang memiliki kunci, kulihat mobil Honda CR-V milik pak Sis terparkir membuat garasi yang luas itu terasa agak menyempit. Hal ini juga berarti bahwa bapak dan ibu Sis ada di dalam rumah sedang beristirahat. Setelah kembali mengunci semua pintu, aku langsung menuju kamarku, lalu mandi. Selesai mandi, aku segera memakai piyamaku lalu pergi tidur. Mungkin karena begitu lelahnya malam itu aku sampai lupa mematikan lampu kecil di mejaku dan lupa mengunci pintu kamarku.

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan “milikku” yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
“Aaaah...” spontan aku mengerang.
Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata.

Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan........

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan “milikku” yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
“Aaaah...” spontan aku mengerang.

Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata. Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan........

Betapa terkejutnya aku ketika kulihat Sonya sudah berada di tempat tidurku dan sedang memberiku blow job!! Aku segera berusaha untuk mendorong kepalanya dengan kedua tanganku secara perlahan agar Sonya segera melepaskan hisapannya pada “batangku” karena apa yang ia lakukan padaku saat ini sangatlah nekad dan berbahaya di mana kedua orang tuanya sedang berada di rumah, beristirahat di kamar yang tidak jauh dari kamarku.
“Bagaimana jika ketahuan?” pikirku panik. Kedua tanganku berhasil meraih kepala Sonya dan mendorongnya secara perlahan agar melepaskan milikku, tetapi tiba-tiba aku merasakan penolakan darinya dan rasa sakit, karena ternyata..... Sonya juga menggunakan giginya untuk mencengkram “batangku” agar hisapannya tidak lepas, sementara dapat kulihat pula matanya menatap tajam ke arahku seolah ia berkata “jangan ganggu aku!!”

Aku pun segera angkat tangan dan hanya bisa bersikap pasrah saja terhadapnya saat itu. Melihatku pasrah, perlahan ia lepaskan cengkraman giginya dan mulai meneruskan aktivitasnya kembali. Kepalanya kembali turun naik dengan perlahan seolah ia sangat menikmatinya sementara lidahnya menggelitiki lubang burungku. Kelihatannya Sonya sudah sering berlatih dengan pisang itu sehingga ketika pertama kali ini menerapkannya padaku, ia sudah seperti cewek yang berpengalaman. Ketakutanku sudah tidak bisa lagi mengalahkan rasa nikmat yang kuterima, aku mulai mendesah dan membelai kepalanya.

Hisapan, jilatan dan kuluman yang ia berikan pada batang dan zakarku membuatku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Sonya memang benar-benar hebat untuk seorang pemula.
“Aaaah.... sssshhh.... Sonya cantik, abang ngga tahan..... ssshh... udah mau keluar.... aaah...!", Mendengarku berkata demikian, ia segera menggunakan tangan kanannya untuk mengocok batangku sementara ia tetap menghisap dan mempertahankan bagian kepala di dalam mulutnya, lidahnya juga turut memberikan kehangatan belaian-belaian kasih.
“Aaaah.... aaahh..!” aku sudah tidak kuasa menahan kenikmatan yang bertubi-tubi ini, tubuhku tersentak-sentak dan akhirnya “croot.. crrroot.... crrooot...” cairan spermaku memancar keras di dalam mulut Sonya. Tubuhku melemas seiring dengan menjalarnya kenikmatan orgasme ke seluruh jiwaku, sementara Sonya masih meneruskan hisapan dan jilatannya seolah-olah tidak ingin ada yang tersisa. Penerimaan diri, kehangatan dan kasih sayang yang ia curahkan terasa sangat menyejukkan jiwaku. Sonya benar-benar seorang bidadari mungilku.

Setelah selesai menikmati spermaku, ia mendekatiku seraya berkata “Abang suka hadiah Sonya tadi?” Aku tersenyum haru dan mengangguk, kubelai lembut kepalanya lalu ia merebahkan kepalanya di dadaku sambil memelukku.
“Abang sayang sama Sonya” bisikku.
Kukecup mesra kepala bidadariku ini, wangi rambutnya mendamaikan perasaanku. Kupeluk dan kubelai mesra tubuhnya sampai ia benar-benar kembali tertidur dalam kehangatan pelukanku. Jam mejaku menunjukkan pukul 3.30 pagi saat aku mengangkat tubuh Sonya perlahan, menggendongnya kembali ke kamar tidurnya. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun aku harus melewati kamar kedua orangtuanya. Hal itu menjadikan perasaanku sangat tegang karena harus bergerak perlahan untuk menghidari suara gaduh. Terlebih bila kudengar suara batuk dari dalam kamar ortunya, maka aku akan berdiri mematung sembari memejamkan mata, saat itu bahkan rasanya detak jantungku bisa didengar orang sekampung.

Akhirnya aku berhasil mengembalikan Sonya ke tempat tidurnya, menyelimutinya, lalu cepat-cepat kembali ke kamarku. Sesampainya di kamar, kubuka sedikit kaca jendela dan kutanggalkan bajuku yang basah oleh keringat, lalu kunyalakan rokok dan kuhisap dalam-dalam untuk menenangkan pikiranku. Pagi itu merupakan pagi terindah yang pernah kualami seumur hidupku.

Suara burung yang berkicau riang menyambut pagi terdengar bagaikan sebuah sonata nan indah yang seolah juga turut mengiringi kebahagiaan perasaan diri ini setelah menerima “hadiah-kejutan” luar biasa, yang pernah diberikan seorang bidadari mungil padaku. Segar rasanya tubuhku pagi itu walaupun kurang tidur semalaman, kuhirup udara pagi yang segar itu sedalam-dalamnya sambil kukayuh santai sepedaku menuju sekolah. Aktivitas rutin pun berjalan seperti biasanya di sekolah, hanya saja teman-temanku menilai sikapku menjadi lebih riang dibanding hari-hari lainnya. Siang itu sepulang sekolah, aku menuju rumah temanku untuk mengerjakan tugas kelompok, padahal aku sudah sangat ingin pulang dan bertemu Sonya secepat mungkin, tetapi...... apa boleh buat, aku harus menyelesaikan tugasku terlebih dahulu.

Sore itu aku baru bisa kembali bersepeda pulang ke rumah dan sesampainya di halaman aku melihat mobil CR-V pak Sis nongkrong di sana.
“Wah, belum aman nich!” pikirku.
Aku segera menyimpan sepedaku di garasi, segera menuju kamarku lalu mandi. Saat makan malam aku juga masih belum melihat Sonya, hanya Tia yang terlihat baru bangun.
“Sonya belum pulang pak?” tanyaku.
“Ooh sudah pulang tadi siang, tapi lalu ia bapak antar ke rumah Ani, katanya mau mengerjakan tugas sekolah yang penting.
“Oh ya, bapak juga ingin menyampaikan bahwa besok sore ibu dan bapak akan berangkat ke Jakarta, baru lusa menuju Australia selama 1 minggu karena ada keperluan bisnis yang mendesak” kata pak Sis dengan wajah yang berseri-seri.
“Lho, kok mendadak sekali pak?” tanyaku.
“Sebenarnya tidak mendadak, berita ini sudah bapak terima dari kemarin-kemarin, bapak juga sudah dibelikan tiket oleh perusahaan, Sonya dan Tia pun sudah bapak beritahu kemarin malam, hanya kamu saja yang tidak ada” jawab pak Sis semangat.
“Bapak mau berpesan padamu agar selama kami pergi, kamu yang bertanggung jawab penuh di rumah ini dan juga harus menjaga dan memperhatikan Sonya dan Tia, bantu mereka terlebih dalam pelajaran agar tidak mendapat nilai buruk dalam ujian, kamu mengerti?” tanya pak Sis tegas.
“Iya pak, saya mengerti” jawabku.
“Baiklah, kalau begitu sekarang bapak jemput Sonya dulu” kata pak Sis dengan wajah yang cerah sambil mencium kening ibu Sis.
“Hati-hati ya pak!” kata ibu Sis.

Aku sudah tidur di kamarku saat pak Sis dan Sonya kembali ke rumah sehingga hari itu hampir bisa dikatakan bahwa kami tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.

Keesokan harinya, sepulang sekolah aku segera pulang ke rumah untuk membantu bapak dan ibu Sis menyiapkan segala yang mereka butuhkan. Setibanya di rumah kulihat koper-koper besar yang sudah siap dibawa, tertata rapi di ruang tamu. Pak Sis kemudian memintaku untuk mencarikan taksi karena menurutnya cara itu lebih baik daripada hanya menelepon lalu menunggu. Aku segera keluar dan mencari taksi kosong di pinggir jalan besar yang agak jauh dari rumah. Tidak lama kemudian menaiki taksi yang kupanggil. Aku segera mengangkat koper-koper besar itu ke dalam bagasi sementara Tia dan Sonya membantu dengan membawakan beberapa tas kecil. Setelah seluruh barang yang akan di bawa sudah dimasukkan ke dalam taksi, bapak dan ibu Sis memanggilku ke ruang tamu sementara Tia, Sonya dan si Was menunggui taksi di luar.

Bapak dan ibu Sis memberikan beberapa pesan penting padaku seperti beberapa nomor telpon penting yang bisa dihubungi jika ada sesuatu di luar kendali, namun intinya mereka mempercayakan semua padaku untuk sementara mewakili mereka menjaga dan memperhatikan kedua putrinya. Aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
“Semoga berhasil pak Sis dan ibu!” kataku.
“Terima kasih dan ingat semua pesan bapak dan ibu ya!” Tegas pak Sis mengingatkanku.
Seluruh barang bawaan pun kembali diperiksa, lalu mereka berpamitan dengan Tia dan Sonya.
“Tia, Sonya, kalian harus nurut sama abang, jangan lupa belajar dan jangan nakal ya!” kata ibu Sis sambil memeluk dan mencium pipi kedua putrinya itu.
“Papa dan mama hati-hati ya!” kata Sonya.
“Iya, nanti juga kalau pulang jangan lupa oleh-olehnya yaa!” sambung Tia.
Pak Sis pun memeluk kedua putrinya dan mencium kening mereka.
”Papa dan mama berangkat dulu ya sayang, kalian baik-baik di rumah ya!” kata pak Sis.
Selesai berpamitan, mereka lalu menaiki taksi yang akan mengantar mereka ke stasiun kereta api untuk lalu berangkat menuju Jakarta.

Taksi yang membawa bapak dan ibu Sis telah menghilang di balik tikungan jalan ketika aku melirik ke arah Sonya, pandangan kami pun bertemu dan ia melmparkan senyum manisnya kepadaku.
“Waaah...pesta nih nanti malam!!” pikirku gembira.

Kriiing.... kriiing..... terdengar suara telpon berdering malam itu.
“Halo, dari siapa?” Terdengar suara Tia menjawab telpon.
“Kak Sonyaaa... telpon dari Dewa” teriak Tia memanggil Sonya.
Sonya segera menjawab telpon itu.
“Huuuh... banyak amat sih yang nelpon!!” gerutuku.
Sebenarnya bukan hanya malam ini saja, tapi hampir setiap malam banyak sekali telpon yang mencari Sonya dari temen-temen cowoknya di sekolah. Saat itu aku tidak terlalu peduli karena suasana rumah juga “belum-aman”, tapi sekarang.... aku benar-benar merasa sangat terganggu.

Wajahku pastilah terlihat kesal ketika Sonya sudah berada di dekatku kembali dan bertanya, “Abang kenapa sich? Kok kelihatannya marah, ada apa bang?” tanya Sonya.
“Siapa sih itu yang nelpon, pacar ya?!” tanyaku dengan nada ketus, padahal aku sudah sangat berusaha untuk tenang, tapi tetap saja yang kuucapkan bernada ketus emosi.
“Iya bang, hihihi enggak kook, Dewa cuman temen biasa tadi juga cuman nanyain PR buat besok, Mmm... abang cemburu yaa?” godanya padaku sambil melemparkan senyum nakal.
“Eh... eng.. enggak kok, cuman sinetronnya sedang seru tuh” kataku dengan gugup berusaha mengelak.
“Kenapa sih dari tadi banyak amat mahluk yang nelpon??” tanyaku akhirnya.
Sonya tersenyum lalu berkata, “begini deh, nanti kalau ada yang nelpon lagi, abang juga angkat telpon yang di kamar mama yaa, biar bisa ikutan dengar” katanya.
“Oh boleh, abang juga pengen tau apa sih maunya orang-orang yang nelponin Sonya itu.... huh... mengganggu saja mereka!!” jawabku kembali dengan nada ketus.
Sonya lalu duduk di sampingku di sofa panjang sambil merangkulkan tangan kiriku pada lehernya, lalu ia dengan manja merebahkan kepalanya di pundakku.

Perasaanku pun kembali tenang. Kami menonton acara tv bersama, melepaskan lelah sehabis sibuk mengerjakan tugas-tugas rumah untuk sekolah esok. Tialah yang paling berkuasa memonopoli acara tv yang kami tonton karena ia memegang remote tv, duduk di karpet sambil bermain dengan boneka-boneka Barbienya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengganggunya saat itu karena ia sangat suka menonton sinetron kesayangannya, Bidadari. Setelah sinetron itu selesai, aku segera menyuruh Tia untuk bobo. Sonya dan aku biasanya sering menemani Tia untuk menina bobokannya, terlebih malam ini saat aku dan Sonya ingin mereguk “kenikmatan surga duniawi” yang telah lama tertunda.
“Tia, ayo bobo sayang, sudah malam nih” kataku membujuknya.
“Nanti ya Bang, soalnya Tia masih mau nonton tv” kata Tia sambil tertawa-tawa dan berusaha untuk menghindariku yang berjalan ke arahnya.

Kriiiing... kriiing.... kembali telpon berbunyi.
“Bang, Tia angkat telpon dulu!” kata Tia seolah mendapat angin lalu berlari menuju telepon.
“Halo.... selamat malam.... dari siapa?” tanya Tia.
“Kak Sonyaaa.... telpon dari Padi” teriak Tia memanggil kakaknya.
Sonya lalu menggamit tanganku dan memintaku untuk mendengarkan pembicaraan mereka lewat telpon di kamar ortunya. Pintu kamar kubuka lebar-lebar sehingga aku bisa mendengarkan pembicaraan sambil melihat ke arah Sonya yang berdiri di sana.
“Halo” kata Sonya.
“Hai Sonya, ini Padi, sedang ngapain nich?” Padi berbasa basi.
“Nonton tv, eh kamu dari kelas berapa??” Sonya bingung.
“eh... aku dari kelas tiga itu lho, defendernya tim inti basket sekolah kita, kamu khan cheerleadernya pasti kamu tau aku doong” jelasnya.
“Cuihh... nge-bullshit dia!!” pikirku geram.
“Hmm... mungkin” jawab Sonya dingin.

Suasana hening sejenak, lalu terdengar Padi berkata lagi
“mmm... begini, sebenernya aku mau mengajak Sonya nonton pertandingan basket liga profesional besok sore yang di stadion deket sekolah kita, Sonya ada waktu ngga?” tanyanya penuh harap.
“Waaah, kayaknya ngga bisa deh Di, besok sore Sonya mau berenang” jawab Sonya cuek.
“Mau berenang yaa? Di mana? Aku temenin deh, aku juga suka berenang, bareng ya besok!” pinta Padi.
“Busseeet dasar bajigur! Maksa amat jadi orang, wong Sonya juga nggak kenal ama dia” pikirku.
“Ah, nggak perlu deh Di, soalnya Sonya ditemenin sama Tia dan abang, tapi makasih ya” Sonya menolak dengan halus.
“Ngga pa pa deh... tapi gimana kalo besok pulang sekolah bareng kuanter naik motorku, aku tunggu di depan kelasmu yaa” katanya lagi usaha.
“Besok Sonya dan teman-teman mau janjian kerja kelompok jadi pulangnya harus bareng-bareng naik angkot soalnya Sonya belom tau rumahnya....”
“Huaahh dasar gombal, perayu kelas teri!!” gerutuku dalam hati.

Kesal sekali rasanya, orang itu kok kayak nggak ngerti-ngerti, Sonya sudah tidak mau kok masih aja maksa...... dsb... dsb.. begitulah kira-kira apa yang kupikirkan saat itu. Perasaanku meledak-ledak sekali, ingin rasanya aku memotong pembicaraan mereka dan menyudahinya, tapi aku berusaha untuk bersikap tenang terlebih di depan Sonya, aku harus selalu bisa memberikan contoh yang baik, aku juga berusaha untuk mengerti seandainya aku yang berada pada posisi si Padi tadi, mungkin aku juga akan begitu, yahhhh, namanya juga usaha....

Aku melihat bahwa begitu banyak orang yang berusaha mengambil hati Sonya, mendekatinya dan menjadikannya pacar, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini membuatku merasa sadar bahwa betapa bahagianya aku saat ini karena bisa memilikinya, menyayanginya, mencurahkan seluruh perhatian dan perasaan kasih sayangku padanya, merupakan suatu penghargaan tertinggi yang bisa kupersembahkan kepada Sonya ataupun kepada bidadari-bidadari kecil lainnya yang pernah dan mungkin akan kutemui sepanjang perjalanan hidupku.

Aku kembali melihat ke arah Sonya yang tersenyum-senyum sambil memandangku. Sonya terlihat begitu cantik, lesung pipit di pipinya menyempurnakan kecantikan wajahnya, Ia mengenakan daster tipisnya yang seksi sehingga aku dapat melihat tonjolan bukit kembarnya yang tengah berkembang pesat, kulitnya yang putih mulus, tubuh yang seksi feminin, rambut terurai berkilau panjang sebahu, usianya yang baru menginjak 12 tahun, benar-benar seorang bidadari. Selain teman-teman yang mendekatinya, banyak juga pencari-pencari bakat dan produser-produser sinetron lainnya yang sudah kebelet ingin menjadikannya seorang model-lah, bintang sinetron-lah, tetapi untungnya semua tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh pak Sis, dan aku tentu saja, sangat mendukung keputusan pak Sis tersebut.

Kenangan nikmat masa remaja

Kenangan nikmat masa remaja

Saya ingin menceritakan suatu pengalaman seks yang pertama kali saya alami pada masa remaja. Saat itu saya berumur 14 tahun. Saya sering sakit-sakitan kala itu. Sampai-sampai suatu hari saya harus dirawat di rumah sakit A, di kota Surabaya. Sakit yang saya derita adalah karena terjadinya pembengkakan di saluran jantung saya. Telapak kaki saya bengkak-bengkak dan kalau saya lari lebih dari satu kilometer, saya langsung ngos-ngosan. Ibu saya kemudian memutuskan saya untuk meminta perawatan dokter S, ahli jantung terkenal saat itu. Si dokter malam itu juga meminta saya dirawat inap di rumah sakit. Nah, dari rumah sakit itulah, saya mengalami pengalaman seks terhebat yang akan saya kenang seumur hidup saya.

Karena minum obat yang diberikan dokter, malam pertama saya menginap di rumah sakit, saya tidak bisa tidur. Saya maunya kencing terus. Sebuah botol besar telah disiapkan untuk menampung air urine saya. Otomatis, penis saya harus dimasukkan ke botol itu. Oleh dokter, saya tidak diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur. Jadi sambil tiduran, saya tinggal memasukkan penis ke dalam botol yang sudah ada di samping ranjang. Ada satu perawat yang rupanya begitu telaten menjaga dan merawat saya malam itu. Seharusnya ia tidak boleh memperhatikan saya membuang urine di botol. Tetapi tatkala saya membuka piyama dan celana dalam saya, dan mengarahkan penis ke mulut botol, eh si perawat yang belakangan kuketahui bernama Wiwin D**** (edited) malah membantu memegang penis saya. Dengan pelan dan lembut tangan kirinya memegang penis kecil saya yang masih kecil, sedangkan tangan kanannya ikut memegang botol itu. Setelah urine saya keluar, ia membersihkan penis saya dengan tissue. Sambil terus membersihkannya, ia memperhatikanku dengan senyuman aneh.

"Dik... kamu tahu bendamu ini bisa membuat kamu melayang-layang?" tanyanya tiba-tiba.
"Maksud Mbak?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Aku sudah tahu apa maksudnya. Wong, aku sudah pernah nonton video BF seminggu yang lalu.
"Iya... kalo si kecil ini dipegang, dikocok-kocok oleh tangan halus seorang wanita kemudian dihisap dan dikulum olehnya, pasti deh kamu akan merasakan keenakan yang luar biasa.. lebih dari yang lain yang ada di dunia ini..." jawab Mbak Wiwin lagi.
"Masa sih, Mbak? Pengen coba nih.. bisa nggak Mbak melakukannya buat saya?" tanyaku hati-hati dengan perasaan campur baur. Berani juga nih cewek.
"Kamu benar-benar mau?" tanyanya penuh semangat.
Tanpa menunggu jawabanku lagi, ia menaruh tissue itu lalu memegang kejantananku dan pelan-pelan mulai mengocok-ngocoknya. Wah... memang benar enak kocokannya. Pelan tapi pasti. Beberapa menit kemudian ia jongkok di samping tempat tidur. Mulutnya dibuka lalu batang kejantananku dimasukkan ke dalamnya. Mula-mula dihisapnya, dikulum lalu dijilat-jilatnya kepala kejantananku.

Untuk pertama kalinya dalam masa remajaku, aku merasakan sesuatu yang amat sangat nikmat! Entah apa namanya.. surga dunia kali ya? Tanpa disangka-sangka Mbak Wiwin memegang tangan kananku lalu menuntunnya masuk ke balik seragamnya. Ya.. itu dia!! Gunung kembarnya begitu kenyal dan besar kurasakan. Tanpa disuruh lagi aku pun meremas-remas, meraba-raba 'susu' ajaibnya itu. Sementara itu ia terus saja mengulum dan mengisap kejantananku dengan penuh nafsu.

Beberapa menit kemudian aku mulai merasa akan ada sesuatu yang akan keluar dari tubuhku yang masih lemah karena sakit. "Crot..! crot...! crot...!" Sesuatu berwarna putih kekuning-kuningan dan agak kental keluar dari batang kejantananku dan tanpa ampun lagi langsung menyemprot masuk ke mulut Mbak Wiwin. Setelah sembilan kali semprot, ia menjilati kejantananku dengan mimik muka penuh kepuasan.

"Gimana Dik...? Puas nggak?..." tanyanya sambil tersenyum. Terlihat bekas cairan kental itu di mulut dan bibirnya.
"Wah nikmat ya Mbak... Boleh dong aku minta lagi...?" jawabku penuh harap.
"Boleh dong... tapi jangan sekarang ya... kamu harus istirahat dulu... besok pagi kamu pasti akan merasa lebih puas lagi... Mbak janji deh..." ujarnya dengan mimik seperti menyembunyikan sesuatu.

Aku pun mengangguk. Mungkin karena kelelahan setelah di 'karaoke' oleh gadis perawat yang cantik dan sexy, aku pun tertidur malam itu. Tapi tengah malam, sekitar pukul dua dini hari, aku merasa 'senjata' andalanku kembali diobok-obok dan kini yang mengoboknya bukan hanya Mbak Wiwin tetapi seorang perawat lain juga. Namanya belakangan kuketahui adalah Viviana. Gadis ini juga tak kalah cantik bahkan buah dadanya itu benar-benar menggelembung di balik seragam putihnya. Lebih besar dari punya Mbak Wiwin dan juga pasti lebih kenyal!

Mereka terus saja menjilati, mengulum dan menghisap-hisap batanganku. Yang seorang di sebelah kananku dan yang seorang lagi di sebelah kiriku. Tanganku yang kiri meremas-remas susu Viviana sedang tangan yang kanan meremas susunya Wiwin. Setelah sepuluh menit, batang kejantananku mulai mengeras dan siap untuk ditusukkan. Viviana kemudian naik ke atas ranjang dan menyingkapkan roknya. Duh.. rupanya ia sudah tidak mengenakan celana dalam. Ia kemudian duduk di atas kepalaku. Dengan sengaja ia mengarahkan liang kewanitaannya ke wajahku. Aku tiba-tiba teringat dengan film porno yang pernah kutonton seminggu yang lalu. Ya... aku harus menjilatnya terutama di bagian kecil dan merah itu... ya apa ya namanya? Klitoris ya? nah itu dia! Tanpa disuruh dua kali aku langsung mengarahkan lidahku ke bagiannya itu.

"Slep... slep... slep..." terdengar bunyi lidahku saat bersentuhan dengan klitoris Viviana. Dan Wiwin? Rupanya ia sudah membuka seluruh pakaian seragamnya lalu menduduki batanganku yang sudah sangat mengeras dan berdiri dengan gagahnya. Dengan tangan kirinya ia meraih batang kejantananku itu lalu dengan pelan ia mengarahkan senjataku itu ke liang senggamanya. "Bles... jleb... bles..." batang kejantananku sudah masuk separuh, ia terus saja bergoyang ke bawah ke atas. Buah dadanya yang montok bergoyang-goyang dengan indahnya, kedua tangannya memegang sisi ranjang.

Wah... dikeroyok begini sih siapa yang nggak mau, bisa main dua ronde nih. Setelah beberapa menit, kami berganti posisi. Viviana kusuruh tidur dengan posisi tertelungkup. Sementara Wiwin juga tidak ketinggalan. Lalu dengan penuh nafsu aku membawa batanganku dan mengarahkannya ke liang senggama Viviana dari arah belakang. "Bles... bles... bles...jeb!!" Liang senggamanya berhasil ditembus oleh senjataku. Terdengar suara lenguhan Viviana karena merasa nikmat. "Uh.. uh.. uh.. uh.. Terus Dik.. Enak...ikmat..!" Tanganku pun tidak kalah hebatnya. Kuraih buah dadanya sambil kuremas-remas. Puting payudaranya kupegang-pegang.

"Gantian dong..." tiba-tiba Wiwin minta jatah. Duh, hampir kulupakan si doi. Aku cabut batang kejantananku dari liang senggama Viviana lalu kubawa ke ranjang sebelah di mana telah menanti Wiwin yang sedang mengelus-elus kemaluannya yang indah. Tanpa menunggu lagi, aku naik ke ranjang itu lalu kumasukkan dengan dorongan yang amat keras ke liang senggamanya.
"Jangan keras-keras dong Dik..." erangnya nikmat.
"Habis mau keluar nih, Mbak... Di dalam atau di luar..." aku tiba-tiba merasakan bahwa ada sesuatu yang nikmat akan lepas dari tubuhku.
"Di mukaku aja Dik.." jawabnya di tengah erangan nafsunya.
Lalu kutarik batang kejantananku dari liang senggamanya yang sedang merekah dan membawanya ke kepalanya. Lalu aku menumpahkan cairan putih kental itu ke wajahnya. "Crot.. crot...crott.. crot.. crot!" Kasihan juga Mbak Wiwin, wajahnya berlepotan spermaku. Ia tersenyum dan berkata, "Terima kasih Dik... aku amat puas... demikian juga Mbak Vivi..."

Belakangan setelah aku keluar dari rumah sakit, aku mendengar bahwa Wiwin dan Viviana memang bukan perawat tetap di rumah sakit itu. Mereka hanya bekerja sambilan saja. Mereka sebenarnya dua orang mahasiswi kedokteran di sebuah universitas swasta di Surabaya. Tiap kali mereka bekerja di sana, selalu ada saja pasien pria entah remaja atau orang dewasa yang berhasil mereka ajak berhubungan seks minimal satu kali. Nah lho..!

Bagi pembaca wanita yang ingin mencoba kenikmatan memadu cinta dengan pengarang cerita di atas, silakan hubungi penulis via e-mail secepatnya! Siapa cepat dia dapat..! Ada souvenir menarik untuk 5 orang pertama yang menghubungi saya.


TAMAT


Kencan dengan anak kost

Kencan dengan anak kost

Kejadian ini terjadi di akhir tahun yang lalu, saat aku dinas audit di kantor bank cabang utama Malang selama 2 minggu. Saat di Malang aku tak bermalam di hotel, tetapi aku tingal di rumah adik laki-lakiku yang juga buka kost sebab bisa dapat penggantian 50 persen dari tarip hotel yang ditentukan. Jadi aku sewa kost 1 bulan di sana. Aku tiba di Malang hari Minggu siang karena melalui Surabaya. Di tempat adikku kamar kostnya ada 8 kamar di bawah dan 4 kamar di atas.

Saat itu kamar bawah terisi penuh mahasisiwi, sedang kamar atas hanya 2 orang lalu saya jadi masih satu kamar kosong. Yang di atas seorang karyawan bank dan seorang bekerja di karaoke, jadi berangkatnya sore hari dan pulang tengah malam bahkan fajar. Kamar mereka berjejeran dan sebelahnya kamar mandi, aku sendiri mengambil yang depan jadi ada kamar kosong di tengah-tengah. Adikku pertama menawarkan tidur saja di kamar dalam, tapi aku menolak sebab ini dinas jadi dapat biaya aku lebih baik kost saja, apalagi adikku kerjanya sebagai sales tiap Senin sudah keluar kota dan pulangnya hari Jumat malam, jadi aku agak rikuh dengan adik iparku perempuan.

Malam itu yang ada hanya seorang yaitu karyawan bank di bagian atas sedang yang bawah agak ramai sebab hari Minggu. Saat aku membenahi kamar atas, aku sering melihat anak bank itu lewat kamarku untuk turun ke bawah. Anaknya tinggi dan berkulit kuning serta rambut sebahu, payudaranya cuku besar sebab saat di rumah pakai celana pendek dan kaos untuk tidur saja, hingga kalau jalan terlihat payudaranya agak menantang malam itu setelah aku bercakap-cakap dengan adik dan adik iparku lalu aku masuk tidur. Sebelum tidur aku berpikir adik iparku itu orangnya baik sebab walapun dia sarjana, ia pilih kerja buka toko eceran di rumah walaupun wajah dan bodinya pun hebat tidak beda jauh dengan istriku. Alasannya sambil mengawasi anaknya yang masih kecil umur 2 tahun dan rumah kost.

Pagi hari setelah mandi dan siap-siap mengatur yang penting ke kantor, aku dikagetkan dengan kata-kata salam,
"Selamat pagi Oom!"
"Iya", sahutku.
"Mari duluan", katanya lagi dan
"silakan", jawabku lagi.
Ternyata yang memberi salam itu adalah anak bank itu, tetapi kok tak pakai pakaian seragam. Lalu aku turun pula pinjam telepon adikku supaya aku dijemput di rumah adikku. Memang kalau pagi aku dijemput sebab antar jemput sedang kalau sore harus pulang sendiri sebab sering pulang lambat. Sementara adikku sudah harus berangkat keluar kota, aku ditemani oleh adik ipar. Ia bilang padaku,
"Mestinya Enci ikut ke sini sebab Koko kan dinasnya lama di sini, bisa-bisa nanti kesepian", sambil tertawa manis.
"aach Eva kok macam-macam, Enci kan kerja kantor, susah dong untuk ikut", sahutku.
"Paling-paling kalau kesepian ya ngomong sama Eva saja kan boleh", tanyaku.
"Pasti boleh dong, jadi nanti malam kalau Koko mau nonton TV masuk ke sini saja sambil ngobrol-ngobrol", ajaknya Eva.
"Baik, Eva nanti kalau Koko kesepian, Koko cari hiburan nonton TV sama Eva." jawabku.
Sebentar mobil jemputanku datang dan pamit ke kantor dulu. Memang antara Eva (istri adik) dengan istriku sendiri boleh dikatakan sama sifatnya yaitu suka bergaul dan banyak ngomong serta agak manja kalau ngomong sehingga banyak orang gampang tertarik.

Hari pertama kerja, aku pulang hingga pukul 7 malam. Setelah beritirahat sebentar aku lalu mandi, begitu selesai dan keluar kamar mandi anak bank itu keluar kamar dan menyapa,
"Selamat malam Oom, baru palang ya?"
"Betul sekali", jawabku.
Anak bank itu ganti mau masuk kamar mandi dan aku langsung masuk kamar untuk istirahat terus tidur. Besok harinya, sapaan manis itu kuterima lagi dan kali ini kulihat wajahnya, ternyata wajahnya manis dengan senyumnya tapi tatapan matanya tajam penuh arti. Hatiku jadi agak bergetar, padahal dengan Eva walaupun ngobrol-ngobrol tapi biasa saja sebab walaupun matanya kocak tapi pandangannya biasa saja. Begitu malam kupulang saat aku sedang rebahan di ranjang, anak bank itu juga lewat kamarku dan menyapa,
"Selamat malam Oom, sudah makan ya?"
"Sudah", sahutku.
"Mari saya turun dulu mau makan", katanya.
"silakan", sahutku.
Kucoba lihat dari atas ternyata ia masak Indomie untuk makan malam. Kucoba rebahan lagi sambil baca koran, selang beberapa saat kudengar ia menyapa lagi,
"Masih belum tidur Oom?"
"Belum", sahutku dan sambil bangun, ia sendiri sempat berhenti depan pintu kamarku sambil matanya menatap penuh arti dan ketika kucoba keluar kamar ternyata anak-anak kost yang di bawah masih ramai mengobrol di teras kamar, jadi ia pamit,
"Mari saya istrirahat dulu Oom."
"silakan", sahutku.

Memang pagar teras kamar atas itu dari besi hingga anak-anak di bawah bisa lihat ke atas. Esok paginya seperti biasa ia menyapa saat mau berangkat ke kantor, malam harinya ketika aku mau tidur terasa agak lapar padahal baru jam 9 malam, lalu aku keluar kamar dan ke depan rumah untuk lihat apakah yang jual pisang goreng depan rumah masih ada karena akan beli untuk pengisi perut. Aku beli 5 biji, sebelum aku masuk halaman lagi kucoba lihat-lihat lalu lintas sebentar, tiba-tiba anak bank itu juga keluar hanya pakai celana pendek dan kaos tidur saja. Aku sapa,
"Mau kemana dik malam-malam?"
"Mau beli pisang untuk sarapan besok pagi, sebab tadi lupa beli roti", sahutnya.
"Ini Oom sudah beli, kita bagi saja", kataku.
"Jangan Oom, nanti Oom kurang", katanya.
"Nggak apa-apa, Oom kan sendiri ini kan lebih dari cukup sebab ada 5 biji besar-besar lagi", kataku.
"Bolehlah, saya cukup 1-2 saja", katanya lagi.
"Ngomong-ngomong kita belum pernah kenalan ya", kataku sambil aku menjabat tangannya.
"Winarti nama saya dan Oom siapa?" katanya.
"Saya Ima..."sahutku.
"Winarti buru-buru mau tidur?" tanyaku.
"Nggak Oom, belum ngantuk."
"Kalau gitu kita ngobrol sebentar sambil duduk di teras depan ini, mau?" tanyaku.
Ia menganggukkan kepala, lalu kita duduk di kursi teras depan yang memang disediakan untuk tamu-tamu anak kost.
"Apa betul Oom masih kakaknya tante kost?" tanyanya lagi.
"Betul, kok Win tahu?"
"Iya dari, ibu pembantu yang bilang tadi pagi", sahutnya.
"Wah Win tanya apa lagi dari ibu pembantu?" kataku.
"Nggak, cuma ibu pembantu bilang Oom di sini sekitar 2-3 minggu untuk tugas di Bank BCA." sahutnya.

Lalu kita saling bercerita dan ternyata Win itu adalah anak bungsu dari tiga saudara anak dari almarhum pensiunan militer (Sersan Mayor) asli Blitar, sedang ibunya pensiuan guru SD sekarang memberi les privat pada anak-anak SD. Sedang kakaknya nomor 1 sudah menikah dengan guru SMA di Banyuwangi dan kakaknya nomor 2 masih kuliah di Surabaya. Karena biaya tak mencukupi dalam masa krisis moneter ini maka ia pilih bekerja setelah lulus SMA tahun ini. Jadi Win baru bekerja di bank baru empat bulan maka dari itu belum dapat pakaian seragam.

Baru ngobrol kira-kira 1/2 jam, tiba-tiba 3 orang anak kost datang bersama pacar-pacarnya mungkin hingga suasana jadi ramai di teras itu. Lalu kita masuk dan naik ke kamar sampai depan kamarku, aku pamit masuk dulu dan Win menggangguk dengan pandangan mata yang penuh arti dan bernada sayu. Pagi harinya aku bangun agak terlambat hingga aku mandi juga terlambat. Saat aku keluar dari kamar mandi, Win sudah menunggu dekat pintu kamarnya dan berkata,
"Oom, Win berangkat dulu ya, nanti malam usahakan bisa ngobrol-ngobrol lagi ya?"
"Oke" sahutku.

Sore harinya aku pulang sekitar pukul 6 dengan naik taxi, kucoba perhatikan bank tempat Winarti bekerja sebab banknya itu ternyata tiap hari kulewati dan memang tak jauh dari bank tempatku. Saat dekat dengan banknya, kucoba perhatikan, eeehh ternyata Winarti masih ada di jalan depan bank untuk cari angkutan umum. Langsung kuperintahkan sopir untuk berhenti dekat Winarti. Melihat ada taxi mendekat, Win malah jalan menjauh sebab mungkin pikirnya ia tak menyetop taxi. Baru setelah kuturun dan memanggilnya ia lari-lari mendekat dan segera kupersilakan Win untuk masuk taxi. Ternyata ia pulang terlambat karena ada jumlah yang belum cocok, hingga sebagai teller harus dicari dulu kesalahannya. Karena hari sudah agak gelap, Win saya ajak makan malam sekalian sebelum pulang kost ternyata ia mau.

"Enaknya makan dimana ya?" tanyaku.
"Dekat rumah kost saja ada warung bakso yang nikmat", sahutnya.
Ternyata betul kurang lebih 10 rumah sebelum kost ada jual bakso mie. Setelah turun dari taxi, lalu kita masuk dan duduk di meja yang kecil untuk berdua saja.
"Mau makan apa Oom?" tanya Win.
"Oom sih terserah sama Win saja, pokoknya hanya ikut makan." jawabku.
"Oke, dan minumnya Oom mau apa?"
"Terserah sama Win juga", sahutku.
Win kemudian memanggil pelayan dan pesan Mie Bakso 2 mangkok, lalu Coca Cola 2 botol. Kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya menyerempet itu-itu juga.

"Oom ke sini sendirian selama 2 minggu apa tidak stress?" tanya Win.
"Habis mau kemana sebab nggak ada teman di sini", sahutku.
"Kenapa sih Oom cari teman, apakah Win bukan teman Oom?" kata Win.
"Betul Win, maksud Oom teman untuk santai."
"Oom jangan pikir yang jauh-jauh, Win siap menemani Oom kapan saja Oom membutukan", katanya.
"Huuussss, jangan ngomong begitu Oom kan sudah berkeluarga sedang Win kan masih gadis", kataku.
Win terdiam sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca sambil menggelengkan kepala. Aku jadi terenyuh seketika segera kugenggam telapak tangannya erat-erat sambil berkata,
"Maksud Win bagaimana?"
Lalu berceritalah Win, kalau ia sudah diperawani oleh pacarnya saat awal di kelas 3 SMU dan dilanjutkan berhubungan intim terus sampai beberapa kali, hingga akhirnya Win terlambat bulan alias hamil. Begitu diberitahu kalau ia hamil, pacarnya mulai menjauhi bahkan tak mau bertanggung jawab. Karenanya sampai bulan ke-3 maka dengan terpaksa digugurkan dengan pertolongan bidan. Ini dilakukan karena pihak keluarga belum tahu semua persoalannya. Untung saat itu ia punya tabungan sebesar 300.000 Rupiah untuk biaya. Walaupun makan sudah di antar kami berdua belum makan, karena suasana masih syahdu.

Lalu kedua tangannya kugenggam erat-erat dengan penuh perasaan sambil menatap wajahnya. Win pun menatap mataku, pandangannya memelas sekali. Dan dari sejak itu, ia tak menyukai lagi berpacaran dengan laki-laki yang sebaya, ia lebih merasa aman berpacaran dengan laki-laki setengah umur kira-kira 35-40 th karena dianggap lebih bertanggung jawab dan mapan tidak hanya suka hura-hura saja. Setelah beberapa saat Win kuusap air matanya dengan sapu tanganku dan tangan kemudian dipegang erat-erat.
"Win, ayo makan nanti dingin nggak enak lho, sambil kita ngomong" kataku.
Ia menggangguk dan mulai makan sambil berkata,
"Oom, wajah Oom sangat berkesan di hatiku sebab wajah Oom dan penampilannya adalah seperti laki-laki yang kuidam-idamkan, itulah sebabnya pertama kali aku ketemu pandang dengan Oom langsung terkesima hatiku."
"aacch jangan muluk-muluk kalau memuji, wajah tua seperti Oom ini sudah nggak laku sekarang."
"Benar Oom, Win bukan memuji tapi dengan tulus hati, maka dari itu Wim ingin sekali berada dalam pelukan Oom."
"Jangan kamu mengharapkan Oom, sebab sudah tak mungkin lagi Win", sahutku.
"Win sadar akan hal itu, tapi hanya untuk selama Oom tinggal di sini saja, Win benar-benar butuh kasih sayang dari laki-laki yang sebaya dan seperti Oom."
"Win benar-benar butuh sesuatu dari Oom."
"Jangan Win kalau nanti hamil lagi bagaimana?" tanyaku.
"Oom, Win baru saja bersih dari mens hari Minggu kemarin saat Oom datang, ini benar-benar Oom, Win sumpah, Win tak akan menjebak Oom sebab tahu Oom itu orang baik", katanya.

Ujung cerita, kita berjanji nanti malam ketemu di kamarnya, kalau semua anak kost bawah sudah masuk kamar. Dan supaya tak ketahuan, setelah makan ini Win dulu yang jalan pulang baru aku menyusul kemudian.
"Hati-hati di jalan ya!" seruku.
"Iya Oom, sampai nanti malam", sahutnya.
Kemudian aku menyusul jalan di belakangnya, sampai kost aku berhenti sebentar beli pisang goreng dan kemudian aku naik ke kamar. Aku lihat Win sedang masuk ke kamar mandi.

Setelah ia selesai mandi, aku segera ke kamar mandi juga. Ketika aku selesai mandi dan ke kamar, kulihat suasana kost di bawah sepi. Cepat-cepat kuletakkan handukku dan pakaian kotorku di tempatnya kemudian dandan sedikit dan dengan hanya mengenakan kaos tidur dan celana pendekku ke kamar Win yang pintunya memang tak dikunci. Saat aku masuk ia sedang tiduran, ketika melihatku masuk ia tersenyum dan duduk di pinggir ranjang serta menyapa,
"Mari duduk sini Oom."
Setelah pintunya kututup dan kukunci aku duduk sebelah Win. Kuelus-elus pahanya yang putih bersih itu. Ia kemudian memegang tanganku erat-erat dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Kupegang kepalanya dan kubisiki, "Win sayang, Oom bahagia juga di sebelahmu", sambil kupeluk dia dan Win juga segera merangkul leherku. Aku mulai menciumi keningnya, hidungnya kugesek-gesek dengan hidungku lalu pipinya kuciumi juga lehernya dan ia kupeluk semakin kuat hingga terasa payudaranya hangat di dadaku.

Kukecup bibirnya dan kupermainkan bibirnya dengan lidahku. Rupanya ia masih hijau, jadi lidahnya tak dijulurkan untuk kukecup juga. Rambutnya yang masih agak basah kubelai-belai juga. Win semakin terangsang dan merasakan sesuatu yang baru kelihatannya. Kulanjutkan dengan membuka kaosnya yang dibantu tangan Win sekalian ia melepas BH-nya. Kupeluk lagi dia, payudaranya kuraba dan kuusap pelan-pelan sambil putingnya kupijit sedikit. Win mulai merintih pelan dan terus kulepas juga celana pendeknya dan CD-nya. Rambut kemaluannya yang hitam kilap dan lebat menutupi vaginanya. "Oooohh.... Oom, pakaian Oom buka juga ya?" pintanya.

Aku segera membuka pakaianku sampai telanjang seperti Win. Kemudian Win kurebahkan di kasur dan aku mulai beroperasi lagi dari atas kening dengan kecupan-kecupan mesra. Kucium dan kukecupi terus sampai ke leher dan tanganku juga beroperasi dengan meraba-raba dan mengusap-usap dengan penuh kemesraan bagian payudaranya. Setelah 2 bukit payudaranya kuciumi dan kukecupi termasuk putingnya kugigit dengan bibirku dan tanganku meraba mesra ke bagian perut dan atas rambut kemaluannya. Ciumanku terus menjelajahi seluruh bagian dada kemudian perut dan bawah perut. Rambut kemaluannya yang lebat kutarik-tarik pelan dengan gigitan bibirku juga clitorisnya yang sudah terlihat menonjol kujilati dan pahanya di dalam kubelai terus sampai ke lututnya. Bibir vaginanya kulumat semua dengan jilatan kecupan bibirku, hingga Winarti menggeliat-geliat terus tanpa henti.

Ciuman terus turun ke pahanya kiri dan kanan dan ke lutut, betis dan tangkai tumitnya kugigit pelan-pelan dengan dibarengi dengan usapan pada telapak kakinya. Win jadi geli dan nafsu. Paling akhir adalah telapak kakinya kuciumi dan 10 jari-jari kakinya kuhisap semua dengan rabaan pada pahanya. Win tampak mulai nggak tahan. Ia sendiri langsung meremas-remas payudaranya sendiri. Aku kembali ke atas dengan menindihnya dan mendekatkan penisku ke tangannya, rupanya Win tahu maksudku lalu segera dipegang dan dikocoknya senjataku.

Win kubisiki, "Win sayang, penis Oom sudah tegang di tanganmu, kakimu buka lebar-lebar ya sayang supaya penis Oom bisa masuk." Win membuka kakinya lebar-lebar dan kemudian kuraba lubang vaginanya kemudian penisku kepalanya kupegang dan kumulai tekan pelan-pelan tapi pasti sedekit demi sedikit agar masuk. Terus kutekan pelan-pelan penisku ke dalam vaginanya dan akhirnya bleeessss.... masuk juga kepalanya.
"Oomm.. aduuuhh, waah besar sekali lho penismu."
"Sakit Win?" tanyaku.
"Nggaak kok... aduh enaak Oom", sahutnya.
Terus kutekan penisku pelan-pelan sehingga seluruh batangnya ambles ke dalam vaginanya.

Begitu ambles semua kubiarkan beberapa penisku di dalamnya, sambil terus kubelai rambutnya dan payudaranya kuusap-usap dengan remasan-remasan mesra. Win coba menggoyangkan pantatnya, lalu kutarik keluar penisku pelan-pelan terus gerakan ini kulakukan berulang-ulang hanya kecepatannya yang berubah-ubah dari pelan-pelan kemudian bertambah sedikit-sedikit jadi cepat begitu nafasnya Win mulai memburu kuperlahankan lagi hingga Win agak tenang lagi kemudian kupercepat lagi hingga nafsunya memuncak lagi. Akhirnya Win meminta,
"Om, Win sudah nggak tahan lagi kepingin orgasme."
"Iya sayang, Oom akan temani Win sampai puncak sama-sama", sahutku.

Lalu kucepatkan gerakan naik turunnya dan aku sendiri segera konsentrasikan pikiranku ke tubuhnya yang indah dan masih kencang itu supaya cepat naik nafsunya.

Aku juga lihat Win sudah ada tanda-tanda akan sampai puncak, karena ia terus menggenggam kain sprei lalu mencengkram punggungku kuat-kuat lalu pundakku digigitnya sambil mengaduh, "Seessstt, aduuuhh... aauuuhh... aku klimaks Oom." Saat itu juga terasa ada semprotan mani pada penisku, otomatis aku tak tahan juga dan kutekan dalam-dalam penisku dan creeetttt... creeettt, maniku nyemprot ke vaginanya. "aaccchh... uuuhh, Oom klimaks juga", katanya dan langsung aku dipeluk semakin erat dan kakinya pun didekapkan ke kakiku, hingga aku tak bisa turun dari tubuhnya. Kubelai-belai sayang lagi kening dan rambutnya dan kuciumi terus pipinya, "Oom jangan dicabut dulu yaa... biar badan Win tetap hangat", pintanya.

Setelah beberapa menit nafas kita berdua mulai tenang, aku berkata,
"Win apakah nggak mau cuci dulu?"
"Win nggak cuci, punya Oom saja Win bersihkan ya?"
Lalu aku rebah di sebelahnya dan Win bangun mengambil kertas tissu dan dibasahi dengan aqua kemudian penisku dilapnya dengan hati-hati sekali. Setelah itu bibir vaginanya yang basah dilap juga lalu ia ke lemari untuk mengambil selimut dan kemudian tidur lagi di sebelahku dan tubuh kita berdua diselimutinya. Kupeluk Win, sambil kubisiki,
"Win apa nanti maninya nggak tumpah keluar?"
"Biar saja Oom, nantikan keluar sendiri tapi agak lama biasanya sampai 4-5 jam lagi."
"Win capai ya..?"
"Nggak terlalu juga, Oom puas dengan pelayan Win? maaf ya Oom Win masih hijau dalam bermain seks."
"Oooh Oom puas sekali semuanya jadi lega."
"Sungguh Oom?"
"Betul Win!" sahutku lagi sambil kupeluk dia erat-erat dengan penuh perasaan kasih sayang.
"Oom, Win sangat bahagia malam ini, Win bukan saja dapat kenikmatan seks dari Oom, tapi lebih dari itu Win sangat merasakan kasih sayang dari Oom."
"Dalam bermain seks Oom beda jauh dengan pacarku dulu, Oom sangat matang tekniknya juga hebat bisa terus membimbing Win sampai ke puncaknya, jadi bukan sekedar beda besar penisnya saja."

Sebab punya pacar saya dulu kecil lagi hitam, sedang Oom punya besar dan bersih dan kuning langsat."
"Malam ini Oom tak boleh meninggalkan Win, Win ingin tidur dalam pelukan Oom, Win ingin bahagia malam ini." Aku bilang,
"Kalau Oom tidur di sini bisa ketahuan orang nanti Win." Ia menjawab,
"Anak-anak kost di sini bangunnya paling pagi jam 6, hanya ibu pembantu yang jam 5, jadi besok sebelum pukul 5 nanti Win bangunkan Oom. Pokoknya malam ini Oom harus dengan Win."
Ia kemudian mengusap dahiku yang berkeringat, saat mengusap tangannya kupegang dan kucium telapaknya dengan penuh arti dan Win pun merasakan hal ini dia memejamkan matanya dan air matanya menetes keluar.
"Win, jangan sedih Oom kan menunggumu malam ini."
"Iya Oom" jawabnya. Setelah beberapa saat ia berkata,
"Oom, Win yakin dan tahu pasti kalau sebetulnya dalam hati Oom sayang sama Win. Benar ya?"
"Kok Win bisa bilang begitu?" kataku.
"Oom tak bisa dusta pada Win, dari pancaran mata Oom terlihat jelas sekali dan Win benar-benar merasakan kasih sayang Oom itu." Lalu tambahnya,
"Saat Oom meniduri Win, Win tahu dari mata maupun tingkah Oom, Oom bukan semata-mata melampiaskan nafsu seks saja, tetapi Oom meniduri Win dengan penuh kasih sayang dan penuh kemesraan, hingga benar-benar Win merasa bahagia. Tidak meleset pandangan pertama Win terhadap Oom, memang Oom benar-benar adalah type laki-laki yang jadi dambaan Win. Sayang ketemunya sudah terlambat."
"Win, kira-kira begitulah yang ada dalam hatiku" sahutku mesra sambil kubelai-belai punggungnya. Win berpesan kepadaku,
"Kalau Oom mau lagi setiap saat Win akan melayani jadi Oom jangan takut untuk membangunkan Win."
Sambil ngobrol-ngobrol kita akhirnya tertidur. Pagi hari seperti biasa jam 4 aku sudah bangun, ternyata pagi itu penisku ikut bangun juga apalagi dekat cewek. Kucoba raba-raba dan remas pelan-pelan buah dadanya sambil keningnya kuciumi agar Win bangun.

Ternyata benar Win terbangun, jadi aku langsung singkirkan selimutnya dan mulai kupermainkan dengan mesra payudaranya sebentar saja nafsu seks-nya sudah bergairah tangannya lalu memijit penisku. Saat kulihat vaginanya ternyata maniku sudah tumpah keluar selain meleleh di pahanya juga jatuh di sprei jadi flek karena sudah agak mengering. Kubisiki Win, "Win, kamu mau main di atas?" Ia mengangguk dan segera bangun sedang aku tidur lalu ia jongkok hingga lubang kewanitaannya tepat berada diatas penisku. Kubantu memasukkan kepala penisku ke lubangnya dan Win menekan ke bawah pantatnya dan bleeess langsung masuk penisku. Win terus menggoyangkan naik turun pantatnya tapi belum bisa gerakan memutar karena memang belum banyak pengalaman. Sampai lebih dari 15 menit kita berdua belum klimaks, karena kulihat Win berkeringat, aku minta ganti dia yang tidur dan aku yang di atas. Operasi seperti pada malam hari kuulangi lagi yaitu dengan ciuman dan kecupan yang mesra, lalu raba-rabaan dan remasan dengan penuh kasih sayang serta gerakan-gerakan penis yang berirama cepat lambat bergantian kulakukan dengan santunnya. Begitu tangannya sudah mulai mencengkeram punggungku lagi dan mulutnya kembali menggigit leherku kudapat pastikan Win akan klimaks, segera aku konsentrasi juga pada Win yang manis agar maniku juga segera keluar. Rintihannya terulang lagi saat penisku menyemprotkan mani ke vaginanya dan sesaat lagi aku juga merasakan siraman maninya di penisku.

Karena jam sudah pukul 4.30 maka kuminta keluar kamar. "Sebentar Oom!" katanya. Ia lalu bangun mengambil tissu untuk membersihkan penisku yang berlumuran dengan maninya dia.
"Waah spreimu flek Win", kataku.
"Ngak apa-apa Oom, aku malah senang", katanya sambil mencium sprei yang flek.
Aku segera masuk ke kamar dan tidur lagi, hingga bangun agak kesiangan. Saat kubangun malah Win sudah berangkat ke bank. Siang hari itu aku mendapat telepon dari seorang teman, kata operator, setelah telepon kuterima ternyata dari seberang ada suara yang menyapa dari seorang wanita yang ternyata baru kutiduri semalam yaitu Win.
"Hallo Win", jawabku.
"Darimana kamu tahu teleponku."
"Win tanya pada operator di bank sini", sahutnya.
"Om, nanti siang mau menemani Win makan siang?"
"Boleh saja, Win, mau makan dimana?" jawabku.
"Ach, makan yang dekat-dekat sini saja ya, nanti Oom tak usah naik taxi bisa naik becak saja sebab ke tempat hanya dekat", jelasnya.
"Oke Win nanti jam 12 Oom jemput Win."
"Trims ya, jam 12 Win akan tunggu Oom di luar" jawabnya dengan suara manja.
Ketika jam menunjukkan pukul 11.50 aku cepat-cepat pamit untuk keluar makan, aku segera cari becak untuk menuju ke banknya Winarti. Kira-kira pas 10 menit perjalanan becak sampailah aku di banknya Winarti. Baru saja aku bayar becak, kulihat Winarti sudah berlari-lari kecil menghampiriku. Saat sampai Win langsung merangkul pinggangku sambil badannya bersandar ke badanku dan mengajak berjalan menuju ke rumah makan.
"Makan di rumah makan ujung jalan itu saja ya Oom", katanya.
"Oke."
Win berjalan sambil merangkul pinggangku terus dengan senyum-senyum kecil. Dia tampak ceria sekali dan gayanya yang manja padaku.
"Kenapa Win kamu kok tampil beda sekali?" tanyaku.
"Kan Win lagi bahagia, sekarang jadi istrinya Oom? walaupun istri sementara saja" sahutnya.
Sampai di rumah makan Win memilih meja yang kecil letaknya di ujung, lalu mulai melihat menu masakan.
"Oom mau apa?" tanyanya.
"Oom terserah sama Win saja, kan suami tergantung dengan istrinya?" jawabku.
Dia mencubit tanganku dan bilang,
"Oom, jangan gitu ach, Win jadi pingin jadi istri Oom beneran lho."
"Oom mau nggak makannya bagi-bagi dengan Win?"

Aku manggut-manggut saja. Win kemudian pilih nasi gudeg dan nasi pecel telur serta Coca Cola dan es campur.
"Oom nanti malam harus menemani Win lagi ya?" pintanya.
"Win kau capai nanti tiap malam main terus", sahutku.
"Apakah Win minta main, Win minta Oom menemani Win tidur, soal Oom nanti mau main berapa kali Win selalu siap melayani, tapi bila Oom capai nanti Win yang mijit", sahutnya.

Aku jadi kalah ngomong dan aku setuju saja akhirnya. Setelah makanan keluar, kita mulai makan aku diberi nasi gudeg dengan es campur dulu dan Win nasi pecel dan Coca Cola.
"Nanti bila sudah habis setengah kita ganti piring dan minumnya", kata Win. Sambil makan dia berkata,
"Hari Sabtu dan Minggu, Oom kan libur nanti pergi dengan santai di Batu ya Oom? Sebab di kost kalau Sabtu dan Minggu anak-anak kost banyak di rumah jadi kita sulit untuk bermesraan."
"Nanti aku pamit pulang ke Blitar sama tante kost dan Oom bilang diajak temannya ke Batu" katanya Win padaku.
Padahal sebenarnya aku hari Minggu akan diajak ke Surabaya, karena ada famili dari Eva yang menikah, jadi sekeluarga akan ke Surabaya. Kupikir dari ke Surabaya lebih baik rekreasi dan santai dengan Win di hawa dingin. Maka kusetujui ajakan dan usulannya. Selama makan tangan kiriku selalu digenggam erat-erat dengan tangan kirinya Win, hingga makannya kami hanya pakai sendok saja. Setelah aku makan separuh, kutunggu Win makan separuh nasinya, lalu piring kita tukar juga minumnya. "Oom, hari-hari ini Win merasa bahagia sekali, Oom juga?" tanyanya.

Kutatap matanya dalam-dalam dan aku bilang, "Perasaan Oom sama dengan perasaanmu." Walaupun makan telah selesai, kita tetap ngobrol dulu tunggu sampai jam 1 siang kita berpegangan tangan dua-duanya.
"Oom nanti pulang pukul berapa? tanya Win.
"Kalau biasa sih pukul 6 sore", sahutku.
"Kenapa Win?"
"Ya kalau bisa aku cuma ingin pulang bareng Oom seperti kemarin", katanya.
"Win apa nggak tunggu lama nanti?" kataku.
Dia menggelengkan kepala. Keluar rumah makan Win tetap berjalan sambil merangkul pinggangku, sampai akhirnya sampai ke banknya dan kuantarkan sampai pintu depan, kemudian kita berpisah.

Aku balik ke kantor dengan becak lagi. Sore hari jam 6 aku pulang, aku naik taxi seperti biasa hanya saat mendekati banknya Win aku minta sopir jalan pelan-pelan, benar juga Win masih menunggu depan bank, begitu melihat ada taxi berhenti langsung dia berlari-lari kecil menghampirinya. Lalu kubuka pintu taxi dan Win ikut naik. Seperti kemarin kita berhenti di warung bakso untuk makan malam bersama-sama sekalian. Setelah makan Win berpesan,
"Begitu Oom habis mandi kalau ada kesempatan Oom supaya langsung masuk kamarnya Win ya."
Lalu Winarti berjalan di muka lebih dulu dan aku menyusul pelan-pelan di belakangnya, sampai di kost aku ketemu Eva yang kebetulan belum tutup, lalu aku ceritakan kalau hari Sabtu akan ke Batu dengan teman-teman kantor, jadi Minggu tak bisa ikut ke Surabaya. Setelah basa-basi sebentar aku pamit untuk naik ke kamar. Sampai depan kamar, pas Win mau mandi dia berjalan menghampiriku dan bilang,
"Nanti malam kalau ke kamar Win supaya Oom membawa baju yang untuk ke Batu, nanti Win bawa dalam satu tas saja", lalu ia pergi mandi dan aku menyiapkan 1 stel pakaian dalam dan 2 T-Shirt saja.

Selesai mandi Win turun dan saat lewat kamarku ia menyapa, "Oom, Win ke bawah sebentar untuk memasak Indomie buat kita kalau lapar lagi nanti malam, sekalian mau pamit kalau besok pulang sama tante kost." Aku manggut-manggut saja dan kemudian pergi mandi, selesai mandi kulihat kamar Win masih terbuka kosong dan di bawah masih ada anak kost yang di luar kamar, sehingga aku masuk kamar untuk istirahat dan baca koran dulu. Beberapa saat kudengar Win naik tangga, lalu ia berhenti di muka kamarku sambil berkata pelan-pelan, "Oom sudah sepi, ayo cepat." Aku segera membawa baju yang akan kubawa besok dan mengikuti Win masuk ke kamarnya. Ia meletakkan mangkok Indomienya di meja dan segera pintu kamarnya dikunci. "Om besok Win mau pakai kaos ini saja ya", sambil menunjukkan 3 kaos, warna putih dengan motif kembang-kembang kecil, putih polos dengan gambar gesper di dada dan kuning polos. Yang putih dadanya agak terbuka lebar sedang yang kuning di bagian atas dada ada retsluitng kecil. Ia bilang,
"Kalau Win jalan sendiri agak malu pakai kaos ini, Oom."
"Kenapa?" tanyaku.
"Sebab kaos itu ketat sekali, jadi payudara Win kelihatan menonjol sekali, cowok-cowok kalau memandang kurang ajar kok", jelasnya.
"Coba dipakai yang kuning ini Win", pintaku.
Lalu Win melepas kaos tidurnya dan ganti pakai kaos kuning itu.
"Waahh betul-betul kamu kelihatan seksi pakai ini, apalagi retsluiting terbuka lekuk payudaramu jelas terlihat dari luar", kataku.
"Tapi nggak apa, nanti kalau naik angkutan umum Win pakai jaket lagi jadi agak tak mencolok sexynya", jelasku.
Win setuju kemudian dilepas lagi kaos kuningnya. Saat itu langsung kupeluk dan kubisiki,
"Win mau main lagi?"
"Iya Oom, Win sudah kepingin lagi kok."
Lalu kulepas celana pendeknya dan ternyata Win tak pakai CD sebab ia langsung telanjang bulat.
"Win, sambil Oom ajari sedikit ya, supaya besok bisa dipraktekkan di Batu." Win manggut-manggut.

Lalu ia kutarik berdiri menghadap kaca riasnya dan aku berdiri di belakangnya sambil memeluk Win dari belakang dan kuraba-raba dan meremas dengan penuh kemesraan.
"Win kalau kamu kukerjakan begini langsung kamu memegang penisnya Oom untuk Win permainkan sambil kaki Win yang sebelah diangkat lalu berpijak di meja rias, agar kewanitaan Win semakin terbuka dan mudah untuk diusap-usap."
"Iya, Oom", dan langsung kakinya naik kemeja serta tangannya mengocok penisku.
Setelah adegan ini berlangsung hampir 10 menit, Win kuajak tidur dan aku yang di bawah Win di atas. Setelah Win naik dan memasukkan penisku ke vaginanya, kuberi tahu,
"Win, pertama jangan kamu ambleskan semua penis Oom, yang masuk biar 1/3 bagian dulu lalu pantatmu gerakan memutar", sambil aku memegang pinggangnya untuk membantu memutarkan pantatnya. Memang rasanya masih kaku belum luwes cara memutarnya, tapi tak apalah besok mungkin lebih bagus.
"nggak enak ya Oom?" tanya Win.
"Cukup bagus untuk permulaan", kataku.

Kemudian Win mulai ganti goyang naik turun, hingga payudaranya bergoyang agak keras dan segera kutahan dengan kedua tanganku untuk kuusap-usap seraya meremasnya pelan-pelan dan sebentar-sebentar agak keras untuk merangsang nafsunya. Begitu ia mulai gairah kutidurkan dia dan teknik menyetubuhi seperti semalam kuulangi lagi yang membuat maninya Win serta air maniku keluar hampir bersamaan beda hanya sekitar 3 detik saja. Selesai main Win dan aku langsung tiduran sambil ngobrol dan merencanakan kepergiannya besok.
"Jadi besok pagi ketemu di rumah makan siang tadi, nanti Win yang berangkat dulu baru Oom nanti yang nyusul",
"Oke."
"Oya besok kita renang ya nanti Win bawa swim suit", lalu ia membuka lemarinya mencari swim suit.
Dalam lemari itu kulihat roknya tak terlalu banyak seperti cewek-cewek bank lainnya, aku jadi iba dibuatnya dan aku ingin menghadiahkannya rok padanya. Setelah ketemu swim suit ditumpuk jadi satu dengan kaosnya, lalu ia naik keranjang tidur di sampingku lagi.

"Win, besok di Batu Oom ajari lagi yaa!"
"Boleh, tehnik apa Oom?"
"Menghisap", kataku.
"Menghisap apa?" tanya Win.
Lalu Win kupeluk erat-erat sambil kucubit perutnya dan kataku,
"Win, kamu jangan pura-pura bloon ya."
"Win betul-betul belum tahu kok."
"Win, sayang, kalau punya Oom belum tegang seperti tadi, kan tangan Win yang Oom minta untuk mempermainkannya. Betul ya?" Ia manggut.
"Jalan lain yang lebih indah adalah dihisap pakai mulut, Win mau dan jijik nggak?"
"Untuk membuat kepuasan Oom, apa saja Win lakukan dan buat Oom tak terasa jijik. Win, ajari gimana caranya Oom!"
"Nanti fajar saja kalau punya Oom bangun, Oom akan ajari sekaligus praktek ya, sayang?" kataku. "Sekarang kita istirahat dulu sambil ngobrol."

Win minta agar aku memeluknya lebih erat lagi dan ngomong, "Dari pembicaran Oom sebenarnya banyak kesamaannya dengan Win, baik mengenai makan, kebiasaan, pandangan hidup, cara berdandan yang sederhana, maka dari itu Oom makin lama semakin sayang pada Win, dan Win sendiri merasakan kasih sayang dari Oom itu."
"Jangan banyak ngelamun Win, ayo tidur dulu."
Lalu tubuhnya kuselimuti dan kudekap erat-erat kepalanya di dadaku. Seperti biasa jam 4 pagi terbangun dan barangku juga sudah bangun, tapi karena Win masih tidur terpaksa kubisiki kata rayuan mesra agar bangun. Memang hanya beberapa saat Win bangun dan kuajak main, karena punyaku sudah tegang sekali aku langsung naik ketubuhnya dan coba kumasukkan ke dalam vaginanya. Win berbisik,
"Katanya Oom mau ngajari hisap?"
"Iya sayang, tapi karena punya Oom sudah tegang banget, Oom masukkan dulu sebab Win kan harus mencapai klimaks juga. Nanti kalau Oom semprotkan dalam mulut langsung, kan Win nggak bisa klimaks", kataku.
Ia menurut dan mulai merintih karena penisku sudah masuk dan sudah bergerak memutar divaginanya sambil kubelai sayang tubuhnya.

Napasnya mulai memburu kuimbangi juga dengan nafasku supaya Win benar-benar terangsang dan gerakannya kupercepat dan benar juga Win mulai mengcengkeram punggungku lagi. "Acch... Win mencapai puncak Oom, nikmat dan bahagia sekali Oom", katanya lirih. Aku tekan terus penisku kevaginanya, begitu Win mulai terasa fit lagi aku turun dari atas tubuhnya dan kuambil tissue untuk membersihkan penisku. "Win, sekarang Oom ajari cara menghisap, tapi posisi di bawah dulu ya!" kataku. Aku duduk di tepi ranjang dan Win kuminta jongkok di hadapan penisku lalu kumulai kursus kilat ini.

"Win, peganglah penis Oom agak bagian bawahnya dan agak ditekan ke bawah supaya kepalanya tampak besar habis itu jilatilah kepalanya memutar terutama bagian tepi kepalanya." Win mulai melakukannya, kira-kira sudah 5 menit kuganti instruksi lagi, "Win sekarang coba lubangnya dibuka-buka dengan ujung lidah kalau bisa gerakan lidahnya yang cepat." Win mempraktekkan juga, tapi masih jauh dari nikmat mungkin benar-benar belum biasa. 5 menit kemudian ganti petunjuk lagi, "Masukkan mulut kepalanya lalu lidahmu gesek-gesekkan dan kemudian sambil dikenyut-kenyut supaya maninya cepat keluar."

"Dan yang paling akhir bila penisnya Oom sudah tegang banget seperti ini, majukan dalam-dalam ke mulutmu lalu kamu keluar masukkan punya Oom ke mulut Win, seperti kalau masuk ke vagina dan sambil dibantu dengan kocok pelan-pelan supaya cepat nyemprot." Memang Win benar-benar belum biasa menghisap, sebab saat menghisap air liur sering menetes keluar. Karena aku hampir klimaks maka kubantu mengocok penisku dan aku bisiki Win, "Win, Oom mau sampai puncak", Dan creeettt... creettt.... creeeettt maniku menyemprot ke dalam mulutnya, Win terdiam sejenak. Lalu kuminta agar lubangku disedot. Ketika Win menyedot terasa seeeerrrr, sisa mani disaluran penisku keluar ke mulutnya. "Win, maninya Oom banyak ya?" tanyaku. Win hanya membuka mulutnya yang penuh dengan maniku yang kental dan putih. Aku bisiki lagi, "Win, kalau nggak jijik ditelan semua maninya Oom." Win telan juga semua mani yang di mulutnya dan bilang, "Aku suka maninya Oom dan tidak jijik, kalau lain orang No! Rasanya sih asem-asem dan asin Oom." Lalu segera kupeluk erat-erat dia dan kutatap matanya yang selalu memandang wajahku,
"Win, Oom sangat sayang padamu."
"Win juga benar merasakannya Oom", sahutnya.
Karena sudah hampir pukul 5, aku cepat-cepat kembali ke kamarku dan tidur lagi.

Saat aku terbangun kulihat cuaca sudah terang dan samar-samar dengar Win mandi, aku segera bangun dan bersiap-siap mandi. Begitu Win keluar dari kamar mandi aku segera yang masuk. Ketika selesai mandi kulihat Win telah selesai dandan, aku cepat ke kamar untuk ganti pakaian juga. Belum selesai menyisir rambut kudengar Win sudah berjalan keluar kamar, saat depan kamarku dia berhenti sebentar kupandangi dia dengan terpesona. Memang betul-betul seksi dengan celana ketat hitam dan kaosnya terbuka agak lebar dadanya. Apalagi perutnya yang ramping hingga payudaranya kelihatan sangat menonjol sekali, tapi dia pakai rompi untuk sedikit mengurangi penonjolan payudaranya.

Kemudian Win berkata,
"Win berangkat dulu yaa, nanti kira-kira 10-15 menit Oom nyusul ya?"
"Jangan-jangan nanti Win sudah kecantol cowok lain sebelum Oom datang", gurauku.
Win dengan mimik gemes mencubit lenganku sambil ngomong,
"Oom kalau ngomong jangan yang aneh-aneh ya? Awas nanti di sana", kemudian dia langsung turun tangga sambil membawa tas kecil dan dompet yang menggantung di pundaknya.

Kira 10 menit kemudian aku turun dan naik becak ke restauran terssbut, saat aku turun dari becak Win sudah tahu dan menghampiriku serta menggandeng tanganku erat-erat jalan masuk ke RM. Win ternyata sudah pesan kopi susu serta nasi plus telor mata sapi kesukaanku dan sandwich 1 potong. Aku bilang,
"Waah kamu belum dicantol orang ya?"
"Oom jangan gitu, yang bisa nyantol Win ya cuma Oom sendiri", sahutnya sambil mencubit lenganku lagi dengan gemas.
"Win, Oom jangan dicubiti toch, lihat nanti punggung dan dada Oom yang penuh cacat kena cengkraman tangan dan gigitanmu saat Win mau klimaks" kataku.
"Oya, tapi Win betul-betul tanpa sadar melakukannya. Pantas di punggung Oom ada goresan-goresan, Win kira kenapa apa", sahutnya.
Sambil ngomong dan makan, Win bilang nanti ke toko dulu untuk beli celana renang buatku dulu. Aku setuju, malah aku bilang untuk ke supermarket dulu untuk beli makanan kecil serta rok dan parfum. Win menolak dengan bilang,
"Oom jangan beli rok dan parfum untuk Win, Win lebih suka parfum asli tubuh Win juga rok nanti kalau sudah tak mode juga kepakai, jadi sayang kenangan akan hilang. Oom kan suka parfum aslinya Win, kan?" tanyanya.
"Pasti sayang, kan tiap malam Oom sudah bercampur dengan parfumnya Win toch.."
"Kalau Oom berkenan supaya kenangan itu tetap abadi dan akan Win pakai terus lebih baik cincin saja."
"Kalau Win maunya gitu, Oom ikut saja."
"Nanti Win pilih 2 biji, yang satu seperti wedding ring yang satu pakai permata, tapi nggak usah yang mahal-mahal", jelasnya.

"Terserah sama Win sudah", kataku sambil kugenggam tangannya erat-erat. Saat jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat, kita berangkat menuju kompleks pertokoan di Jl. Kayutangan. Di sana Win membeli macam-macam makanan kecil tapi anehnya tiap macam hanya 1 biji, lalu Win mengajak ke toko yang jual swim suit. Lalu dia pilih celana renang dan pilih yang warna biru,
"Yang ini saja ya Oom?"
"Terserah Win."
Selama berjalan Win selalu menggandeng tanganku lalu memepetkan payudaranya kelenganku dan kepalanya kadang disandarkan ke bahuku. Win jalan dengan manjanya dan sedikit genit, hingga orang yang melihat kelihatan kagum akan kemesraan kita.

Win mengajak ke toko perhiasan di situ Win pilih-pilih cincin setelah ada yang cocok ditunjukkan padaku dan aku sih oke saja hanya kuanjurkan jangan yang telalu kecil beratnya, tapi Win bilang,
"Yang kecil saja cukup yang penting kesan dan kenangannya."
Setelah tawar menawar, kubayar cincin itu lalu kita jalan terus dengan mesranya menyusuri sepanjang pertokoan.
"Gimana beli parfum dan rok ya?" tanyaku saja.
"Nggak Oom, Win cuma kenal bedak dan lipsticks saja, kan Oom lihat yang ada di meja rias Win."
"Oke kalau gitu beli bedak dan lipstick serta BH dan CD ya?" tanyaku.
"Eeeeh.. kalau ngomong jangan macam-macam!" sahutnya sambil mencubit pahaku.
Akhirnya Win mau ke department store dan Win kuminta beli bedak dan lipstick kebiasaannya juga sekalian BH dan CD-nya, setelah itu kita jalan menuju tempat tunggu angkutan yang menuju Batu. Sampai di Batu kuminta turun depan Hotel Kartika Wijaya, kita langsung check-in sebab sudah jam 11.40. Kamarnya punya view kepegunungan dan di belakang hotel ada kolam renang. Win tampak ceria dan bahagia sekali ia selalu menempel terus ke tubuhku kemana saja aku pergi seperti ada magnetnya saja.

Siang itu kita makan di restoran hotel saja karena malas keluar lagi, saat makan itu aku diminta untuk memasangkan 2 cincin di jari manis tangan kiri serta kanannya. Habis kupasang, Win langsung merangkul leherku dan menciumku, kubalas juga ciumannya, hingga sempat jadi tontonan sesaat buat tamu restoran. Siang itu kita istirahat sambil berpelukan, tidur tindih menindih gantian sambil kuajari cara berciuman dengan mengeluarkan lidahnya untuk bisa dikulum. Win merasa senang sekali dengan ajaran itu hingga sering dipraktekan sekarang saat kucium.

Aku jadi terbangun saat merasa ada orang yang menciumku, saat membuka mata ternyata Win yang mencium sambil duduk di sampingku sudah dalam pakaian swim suit. Waah indah sekali seksi tubuhnya dalam pakaian swim suit, payudaranya menonjol dengan kelihatan bagian atasnya yang putih agak sedikit mencuat. "Ayo Oom kita renang!" sambil membawa celana renangku. Aku bangun dan pakai celana renang, lalu kita pergi ke kolam renang. Disana Wim langsung masuk kolam, karena banyak tamu pria lain yang renang matanya memandang terus bagian dadanya. Aku ikut masuk tapi tak renang hanya menemani Win dalam kolam. Win bilang, "Oom, Win kalau renang sendiri sulit sebab banyak cowok-cowok terutama yang sebaya langsung datang mengajak ngobrol tapi matanya ya cuma memandang payudaranya Win, jadi lama Win tak pernah renang."

Setelah renang 1 1/2 jam, Win selesai renang dan sekaligus mandi di pancuran bersamaku, dia menyabuni tubuhku dan aku menyabuni tubuh Win, hingga banyak mata tamu yang melotot melihatnya. Selesai mandi kita langsung balik kamar dan tiduran sebentar berdua sambil Win terus minta dipeluk. Kira-kira pukul 6 sore, Win mengajak jalan-jalan keluar sekalian makan malam. Dia mengenakan celana ketat hitamnya dengan kaos yang kuning ketat dan retsluiting terbuka di dadanya. Betul-betul pemandangan yang menggiurkan bagi laki-laki. Win tetap berjalan dengan menggandeng tanganku atau merangkul pinggangku, hingga kita tampak mesra sekali. Karena penampilan Win dalam pakaiannya itu kita di jalan menjadi perhatian banyak turis domestik yang ketemu. Jam 9 malam lebih kita kembali ke hotel dan aku duduk nonton TV sedang Win langsung duduk di pangkuanku dengan tangannya merangkul leherku. Kupeluk dia sambil berciuman mesra dan tanganku mulai nakal main dan menyusup kebukaan retsluiting itu untuk meraih payudaranya yang sintal itu dan meremas-remasnya dengan penuh kemesraan. Win mulai mengaduh perlahan-lahan dan kancing serta retsluiting celananya mulai kubuka tapi karena ketat Win harus berdiri dulu untuk melepasnya sekaligus CD-nya dan kemudian kaos ketatnya pun kubantu membukanya serta BH-nya. Win juga membantuku melepas pakaian, hingga sekejap kita sudah bugil berdua. Aku tidur di ranjang dan Win telungkup di atas hingga payudaranya menempel ketat di dadaku. Win mulai mempraktekkan ciuman dan menghisap penisku dengan teknik yang kuajari, selanjutnya aku yang membimbingnya agar Win dapat mencapai klimaks bersamaku dan setelah itu Win minta agar punyaku jangan dicabut keluar supaya tetap tinggal di dalam vaginanya, katanya supaya badannya tetap hangat. Jadi malam itu kita tidur dengan penisku di dalam vaginanya.

Paginya saat aku bangun jam 4 aku terasa penisku sudah tegang lagi tetapi rasanya masih tetap dalam vaginanya. Karena penisku bergerak-gerak membesar, Win jadi terbangun dan langsung kita bermain cinta lagi sampai Win dan aku mencapai puncak bersama-sama. Sejak itulah tiap malam aku selalu tidur bersama Win, sekarang Win yang lebih sering ke kamarku dan tiap malam Win selalu mempraktekkan teknik yang kuajarkan sekali atau dua kali, sampai hari kepulanganku. Memang Win seorang yang pantas jadi istriku sebab kecocokan dalam kehidupan sehari-hari denganku, apalagi Win bukan type pemeras dan mata duitan walaupun hidupnya sederhana, sayang ketemunya terlambat.

Sampai hari ini Win kadang-kadang masih menginterlokal aku, dan aku juga minimum 1 bulan sekali kontak dia.


TAMAT